Menjadi Pejuang Kebaikan Penuh Inspirasi dengan 3DI

“Dakwah dan ajakan kebaikan itu seharusnya disampaikan melalui mimbar dan lembar. Melalui lisan dan tulisan.”

Alm. KH Mustafa Ali Yaqub
Jalan Bengawan No 2, Surabaya – 14 November 2015

Pesan sosok seorang guru ini masih saya ingat sampai sekarang. Walaupun fisik mantan imam besar Masjid Istiqlal ini tidak ada lagi di dunia, tapi visi dan semangat hidupnya masih mendunia dan mengalir amalnya ke akhirat. Insya Allah.

Baca Juga :
5 Pesan Kepenulisan Imam Besar Istiqlal

Pesan kebaikan melalui mimbar dan lembar. Melalui lisan dan tulisan. Terlihat simple, tapi masih sulit untuk dieksekusi. Pertanyaannya sederhana, kenapa harus menyampaikan pesan kebaikan?

Tentu ini pertanyaan yang konyol.

Ingat pesan Buya Hamka?

“Jika hidup hanya sekadar hidup, babi di hutan juga hidup.
Jika kerja sekadar bekerja, kera pun bisa bekerja.”

Itulah alasan utama kenapa harus menyampaikan pesan kebaikan. Tersinggung? Ya bagus dong. Tersinggung lalu berbenah. Setuju ya?

Manusia dihadirkan di dunia sebagai Pejuang Kebaikan. Memperluas sayap kebaikan dengan banyak Proyek Kebaikan. Menyampaikan pesan kebaikan dengan lisan dan tulisan.

Tapi apakah semua orang adalah Pejuang Kebaikan?

Idealnya ya. Kita hidup di dunia diberikan visi yang sifatnya “Given” dari Allah. Visi yang layak diperjuangkan. Menjadi Pejuang Kebaikan, beribadah, serta berkontribusi dengan sebaik-baiknya. Silakan maknai QS Al-Baqarah : 30, Adz-dzariyat : 56, dan At-tiin : 4.

Oke, manusia adalah Pejuang Kebaikan. Tapi terkadang sayap kebaikannya tumpul karena tak diasah. Karena siapapun kita, pada dasarnya diberikan 2 cara untuk menyampaikan kebaikan. Speak dan Write.

Jika dikaitkan dengan pesan pembuka, lebih kurang seperti ini.

Mimbar = lisan = speak = ngomong
Lembar = tulisan = write = nulis

Dari cara penyampaian pesan kebaikan, Pejuang Kebaikan dibagi menjadi 4 level utama :

  1. Speak No, Write No

Biasanya kita melihat kasus seperti ini di warung kopi, café, dan tempat tongkrongan lain. Mereka tidak menyampaikan pesan kebaikan secara lisan ataupun tulisan. Yang seharusnya dilakukan adalah diskusi berisi, bukan nongkrong kosong. Memang, mereka berniat untuk berbuat baik. Tapi terkadang golongan ini sibuk kritik tanpa solusi.

Oke, kita hargai niat mereka untuk memperjuangkan kebaikan. Levelnya baru 1.

  1. Speak No, Write yes

Ada ribuan bahkan jutaan penulis yang mampu menyihir melalui kata dan aksara. Tapi coba bayangkan. Bayangkan saja nih. Ketika suatu hari diundang bedah buku, lalu nggak bisa ngomong? Ngomongnya ngawur. Ngomongnya nggak se-powerful di tulisan. Bisa jadi bakal muncul rasa keraguan dalam hati :

“Ini beneran dia yang nulis ya. Kok aku nggak yakin.”

Jadi ilfiil nggak sih?

  1. Speak Yes, Write no

Nah ini lebih banyak. Trainer, public speaker, guru, dosen, dan berbagai profesi serta aktivitas lain yang bermodalkan ngomong. Kebaikan mereka tersampaikan. Tapi suatu saat akan hilang ditiup angin. Kemampuan “write” mereka tumpul karena tidak diasah. Catat, karena tidak diasah. Bukan karena tidak bisa.

Sebuah pilihan yang baik. Tapi kenapa membatasi kebaikan hanya melalui lisan? Mari perluas sayap kebaikan dengan menjadi golongan terakhir.

Baca Juga :
Speak Your Mind, Speak To Change
3 Inspirasi dari Kang Adri tentang Personal Branding

  1. Speak Yes, Write Wes

Sosok yang tidak ingin membatasi kebaikan hanya melalui mimbar ataupun lembar. Melebarkan sayap kebaikan melalui lisan dan tulisan. Dan siapapun kamu, sangat bisa memilih dan menjadi bagian dari Pejuang Kebaikan melalui speak dan write.

Sekarang muncul 2 pilihan, harus menjadi Pejuang Kebaikan dengan cara apa? Speaker or writer? Why not booth?

Saya menjalani hidup melalui 2 jalan tersebut. Saya bisa membeberkan dengan kompleks bagaimana menyampaikan pesan kebaikan dengan lembar dan mimbar. Karena blog ini fokus pada Tips Passion Writer, pilihan saya untuk saat ini adalah menulis. Boleh ya? Walaupun sebenarnya bisa kok kamu sesuaikan sebagai speaker.

Langsung saja nih. Mari kita mulai dengan pertanyaan.

“Yuk mulai nulis.”

Jawaban yang muncul pada umumnya :

“Mau nulis apa? Aku nggak punya inspirasi.”

Punya jawaban yang sama? Hehe.

Mari berbicara solusi dan inspirasi. Sebagai Passion Writer, saya akan hadirkan solusi. Gunakan rumus 3DI. Menemukan Inspirasi dengan 3DI. Menjadi Pejuang Kebaikan penuh inspirasi dengan rumus 3DI. Apa saja?

  1. Disukai (Love)

Menulis apa yang DISUKAI.

Perumpamaannya seperti ini. Ketika kamu ingin mendekati seseorang, apa yang memberanikan diri untuk maju?

Masuk akal nggak kalau tiba-tiba seorang lelaki datang ke rumah perempuan lalu berkata :

“Selamat malam Om. Kenalin, saya Rezky berniat untuk menikahi putrinya om. Memang saya belum pernah lihat, belum kenal, dan juga nggak suka dengan anaknya om. Tapi saya yakin, putrinya om adalah jodoh dunia akhirat saya.”

Berani? Saya mah ogah. Nggak pernah lihat, nggak kenal, dan nggak suka tapi kok nekat.

Saya tidak menyalahkan orang menikah dengan cara itu. Ini hanya soal pilihan. Dan kaitannya dengan menulis adalah mulailah dengan apa yang DISUKAI.

Begitulah menulis. Mulailah dari hal yang kamu suka. Bidang apa yang kamu sukai. Contoh mengajar anak-anak. Bisa tuh menulis catatan harian ataupun ilmu tentang pengajaran ke anak-anak. Mana tahu itulah salah satu ikhtiar bersama untuk anak kita di masa depan. Eeh.

Oke back to topic. Saya pun praktek. Solusi, inspirasi, dan ide kreatif adalah bidang yang saya sukai.  Karena itu pula di Ramadhan kemarin saya rutin menulis selama 30 hari tentang Ide Kreatif. One Day One Inspiration. Silakan lihat arsipnya di telegram dan instagram @rezky_passionwriter.

  1. Dikuasai (Expert)

Mulailah menulis sesuai dengan apa yang DIKUASAI.

Dulu saya sempat memiliki mental block dalam menulis. Itu terjadi ketika SD dan SMP. Saat itu saya menilai bahwa menulis itu hanya sebatas fiksi, cerpen, puisi, novel, dan karya tulis ilmiah. Dan saya nggak menyukai ataupun menguasai bidang itu. Hingga akhirnya muncullah mental block. Wah saya nggak bisa menulis.

Tapi semua berubah saat seseorang hadir. Bukan gebetan, pacar, ataupun mantan. Sosok tersebut adalah Anggota DPD RI Provinsi Riau. Namanya Intsiawati Ayus. Saya masih ingat, 20 Oktober 2011 (20-11-2011) adalah momentum dunia yang baru bagi saya, dunia menulis. Karena saat itu saya berhasil menjuarai Lomba Essay Andai Aku Jadi DPD RI se-Provinsi Riau! Bayangkan, juara 1! Padahal saya sempat mengira tidak berbakat di dunia menulis!

Hingga akhirnya saya mengambil kesimpulan bahwa menulis itu bukan sebatas fiksi dan KTI saja.

Menulis adalah menuangkan pemikiran dan perasaan dalam tulisan.

Momen itu terjadi 2011. Dan kini sudah 2017. Berarti sudah memasuki 6 tahun. Selama 6 tahun saya fokus pada non fiksi. Hasilnya terbukti. 13 buku hadir.

Apakah saya expert?

Belum, saya belum expert. Tapi saya memilih untuk menulis apa yang saya kuasai. Apa yang DIKUASAI oleh seorang Rezky Firmansyah. Yaitu non fiksi. Khususnya lagi kepenulisan kreatif. Maka saya pun action dengan menulis fokus pada 30DWC Jilid 5 dengan topik Tips Passion Writer. Arsipnya bisa lihat di Instagram atau Telegram @rezky_passionwriter.

Maka, ketika ada yang menawarkan menulis fiksi, saya memilih untuk mengatakan tidak. Apakah karena saya membenci fiksi? Tidak, sama sekali tidak. Saya hanya memilih untuk menulis apa yang saya kuasai.

  1. Dipelajari (Learn)

Menulis apa yang dipelajari.

Data SNMPTN 2016 menunjukkan ada 645.208 calon mahasiswa yang mendaftar. Sementara kuota kursi yang tersedia sebanyak 123.000. Anggaplah dari 123.000 mahasiswa yang masuk, ada 100.000 mahasiswa yang lulus setiap tahunnya. Dan biasanya, setiap mahasiswa yang lulus diberikan ujian akhir berupa skripsi. Skripsi inspirasinya dari apa? Dari yang mereka pelajari bukan?

Sekarang bayangkan, ada 100.000 skripsi yang hadir setiap tahunnya. Seharusnya ada 100.000 solusi pula yang hadir setiap tahunnya. Nyatanya, masih jauh dari angka itu. Bukakah idealnya skripsi adalah solusi?

Topik ini sebenarnya sudah saya bahas di tulisan sebelumnya, Melunasi Hutang “Mahasiswa Bersubdisi” dengan Skripsi. Silakan baca di sini. Tapi bukan hal itu yang akan kita bicarakan kali ini. Karena topik menjadi Sarjana Pemberi Solusi sudah saya sampaikan sebelumnya. Cek lagi aja.

Mari kita fokus pada menulis. Menulis apa yang dipelajari. Skripsi adalah apa yang dipelajari. Dalam konteks menulis buku, hal ini pun bisa dilakukan. Menulislah apa yang kamu pelajari.

Nah ini mungkin yang sedikit lebih menantang. Kamu menulis apa yang dipelajari sekarang. Misalkan kuliah, ya gampang. Sedang belajar apa. Misalkan pendidikan biologi. Coba deh tuliskan pelajaran biologi dengan lebih sederhana dan kreatif.

Coba cek IG @biologeek Nah akun ini berhasil memberikan pembelajaran dengan kreatif. Kamu juga bisa mencoba. @Iqbalhape marketing manager dari @kitabisacom adalah pekarya dari akun ini. Saya pernah berjumpa dulu di kampus. Ilmu yang dia dapatkan semasa kuliah di FMIPA Biologi nggak sia-sia. Dia berkarya sesuai dengan passionnya. Yuk kamu juga coba. Bidang apa yang sedang dipelajari sekarang? Baik saat dunia perkuliahan ataupun dunia kerja. Pasti ada.

***

Simpel bukan menemukan inspirasi? Bermodalkan rumus 3DI, kamu sudah bisa memulai menulis sekarang juga. Menjadi Pejuang Kebaikan penuh inspirasi. Memastikan diri agar sebelum tahun 2017 berakhir ada karya baru yang terbit. Ohya, perlu dicatat bahwa rumus 3DI tidak saling bertentangan. Bisa jadi kamu memiliki jawaban yang sama atas hal DISUKAI, DIKUASAI, dan DIPELAJARI.

Sebagai penutup bacaan kali ini, coba jawab. Apa bidang yang kamu sukai, kuasai, dan pelajari? Jawab ya. Agar kelak muncul niat dan inspirasi berkarya setiap tahunnya dengan rumus 3DI.

Keep writing, always inspiring!

Rezky Firmansyah
Passion Writer

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *