“Jadi, apa tujuan hidupmu?”
Pertanyaan random ini kembali saya lemparkan ke rekan fungsionaris Student Representative Board sembari menikmati perjalanan campus visit di bus.
“Pengen jadi filantropis. Dan akan bantu edukasi orang-orang yang kurang beruntung, khususnya anak yatim. Why? Karena aku pernah dibantu. Dan aku ingin balas kebaikan orang-orang yang sudah support aku sebelumnya dengan support orang-orang berikutnya.”
Kali ini Roby yang duduk di sebelah kursi menjadi “korban” kebiasaan saya belakangan. Jawabannya sungguh mulia. Saya pun percaya dengan berbagai pertimbangan setelah saya berdiskusi panjang lebar dengannnya. Walaupun saya mengenalinya baru sekitar 9 bulan. Saya kenal dengan Roby saat dia menjadi peserta Leadership 101. Dan saat itu saya menjadi tim penilai. Ya, saya masih ingat.
Mempertanyakan kehidupan. Aktivitas ini menjadi kebiasaan saya belakangan. Walaupun memang dari dulu saya sudah cukup sering untuk melakukan. Mungkin karena efek buku John C. Maxwell, Good Leaders Ask Great Question, kebiasaan ini semakin menjadi-jadi.
Mempertanyakan kehidupan ini sangat penting. Alasannya sederhana. Karena dengan pertanyaan, berarti kita akan menemukan jawaban yang menguatkan. Memang tidak semua patut dipertanyakan. Misalkan saja, kenapa sampai sekarang masih jomblo, itu tak perlu disibukkan. Tanyakan saja hal-hal mendasar yang sangat penting di umur 20an.
“Apa tujuan hidupmu”
“Apa yang kamu lakukan setelah lulus kuliah?”
“Kenapa kamu tidak menyambung S2?”
Pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang butuh jawaban yang tak mudah memang. Bahkan seringkali malah membuat galau. Tapi masih ada banyak pertanyaan sederhana lain yang patut dipertanyakan. Misalkan saja,
“Kenapa sih suka posting foto di instagram ala-ala model?”
“Kenapa sih suka dengar musik yang mellow di waktu senggang?”
“Kenapa sih suka snapchatan?”
Pertanyaan ini simple banget. Bahkan bisa jadi ada yang anggap tak pentng. Hmm, benarkah tak penting? Tapi coba saja tanya pada diri sendiri kenapa melakukan itu.
“Ya karena mau aja”
Nah nah. Jawaban seperti ini nih yang seringkali tak memberikan apa-apa. Hanya jawaban tanpa makna.
Sekarang mari kita maknai kembali tentang masa muda. Sudah melakukan apa aja?
Kita seringkali lalai dengan masa muda. Melaluinya tanpa makna. Okelah ada makna. Tapi masih ada pembenaran-pembenaran seperti jawaban tadi.
“Ya karena mau aja”
“Masa muda nikmati aja. Nggak usah banyak mikir deh”
“Yaaa ini cara aku refreshing”
Ada jawaban lain mungkin? Coba bantu saya berikan jawaban.
Saya tak bermaksud untuk membatasi kehidupan seseorang. Tapi coba tanyakan kembali, kenapa melakukan suatu hal. Karena seringkali hal tanpa makna yang kita jalani hanya menghabiskan waktu saja. Padahal jika waktu dan energi tadi bisa dialihkan agar tepat guna, tentu saja ada banyak dampak positif yang diterima. Untuk diri lebih baik, untuk Indonesia lebih baik.
Jawaban “ya karena aku mau aja”, sama halnya dengan jawaban “nggak tahu kenapa aku sayang kamu”. Jawaban ini seolah menjadikan kita sebagai budak dari pikiran sendiri. Walaupun ada saja yang beranggapan bahwa cinta itu tak butuh alasan. Tapi tentu saja tak semudah itu mendeskripsikan apa itu cinta. Termasuk suatu hal yang terlanjur menjadi kebiasaan tadi. Misalkan saja kebiasan gituan. (Postingan foto ala model, snapchattan, streaming sambal nyanyi dan nari)
“Masa muda nikmati aja”. Ya tentu hidup yang dinikmati sangat penting. Live with passion. Tapi tak berarti dinikmati tanpa makna. Jangan sampai gagal paham dengan pemikiran “aku nakal dan nggak munafik”. Nah sesat pikir ini bisa-bisa saja menjamur di pikiran anak muda. Bukankah kita bisa memilih dan menjadi “Aku baik dan nggak munafik?”. Setuju?
Termasuk juga dengan “yaa ini cara aku refreshing”. Apakah memang dengan melakukan gituan adalah cara refreshing? Jangan-jangan itu bukanlah refreshing. Atau itu hanyalah candu yang menjadi peralihan emosi? Bukankah lebih produktif untuk refreshing dengan melakukan passion? Eits, tapi jangan dengan mudah mengatakan kalau melakukan hal gituan tadi adalah passion. Ada 3 elemen utama dari passion, meaning, pleasure, dan emotion. Nah sudahkah ada tiga elemen tadi?
Hmm. Mempertanyakan kehidupan. Cobalah tanya pada diri ini. Cobalah lebih kritis pada diri sendiri. Cobalah tanyakan kenapa diri ini melakukan sesuatu. Karena hidup ini hanya sekali, pastikan berarti.
Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau kerja sekadar kerja, kera juga bekerja (Buya Hamka)
Keep writing, always inspiring!
Rezky Firmansyah
Passion Writer
Founder Passion Writing Academy