Bermula dari sebuah ide sederhana untuk menebarkan semangat menulis ke siapapun dengan cara yang kreatif dan aplikatif. Terinspirasi dari mentor saya Arry Rahmawan, saya pun membuat creative program yang dinamakan #30DWC, 30 Day Writing Challenge. Bagaimana caranya membuat tantangan dalam diri untuk menulis tanpa henti selama 30 hari.
Creative program ini saya sebarkan dimana-mana. Social media, komunitas, dan blog ini. Harapannya semangat menulis ini mampu mengajak banyak orang lain untuk ikutan menulis. Karena setelah saya pelajari, tantangan awal dalam menulis adalah mulai menulis dan membangun kebiasaan. Kamu merasakan hal yang sama?
Saat #30DWC jilid 1 dimulai, ada sekitar 20an pejuang #30DWC yang turut serta. Memang hanya segelintir orang yang berhasil mencapainya tanpa henti. Saya pribadi mampu mencapainya. Alhamdulillah. Dan saya semakin tertantang untuk naik kelas. Dan akhirnya saya mampu naik kelas hingga mencapai 100 hari menulis tanpa henti! Dan semuanya saya posting di blog ini. Iyei! 😀
Sebagai Passion Writer dan Lesson Seeker, saya mencari, merenungkan, dan merumuskan bagaimana saya bisa menyelesaikan tantangan 100 hari menulis tanpa henti dan menuangkannya di blog ini. Dan akhirnya ditemukan! Inilah 3 rumus sedehana menyelesaikan tantangan 100 hari menulis tanpa henti! Yuk mulai!
Refleksi
Secara sederhana refleksi artinya merenungkan apa yang telah terjadi. Atau bahasa kekiniannya flashback. Hal ini sangat ampuh karena setiap manusia memiliki modal kemampuan untuk melakukan ini. Cara sederhana membangkitkan kemampuan ini dengan cara memaknai pesan berikut :
“Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau kerja sekedar bekerja, kera juga bisa bekerja” (Buya Hamka)
Gak usah tersinggung apalagi marah dengan saya. Lah itu bukan saya yang ngomong kok tapi Buya Hamka. Lebih tinggi mana ilmunya, kita atau Buya Hamka? Hehe. Mau tersinggung? Gak usah lah ya. Gak usah terlalu baper dan menggunakan perasaan. Ambil aja maknanya. Setuju ya?
Maknai pesan diatas bahwa kita bukanlah babi ataupun kera. Manusia pada dasarnya lebih mulia dari babi dan kera. Harus berpikir dan melakukan lebih. Harus punya ILMU, IMAN, dan IMPACT yang lebih. Begitu pula dengan refleksi. Hanya “manusia berpikir” yang bisa melakukannya. Bahkan sebuah pesan lain mengatakan hanya keledai yang jatuh di lubang yang sama. Cobalah menjadi seorang Lesson Seeker.
Inspirasi
Setelah melakukan refleksi, maka masuklah ke tahap ini. Cari hikmah dalam setiap kejadian. Pengalaman apa yang mampu menjadi pelajaran. Ilmu apa yang bisa diduplikasikan dan diterapkan. Ide apa yang didapat di jalanan. Ketika mendapatkan itu semua, segera catat keyword-nya di note book ataupun note hp.
Ini penting banget. Udah lakuin aja. Karena jika kamu mengabaikan dan menundanya, maka kamu akan lupa. Dan tahu rasanya apa? Sakit banget! Lebih sakit daripada mengingat kenangan mantan. Loh jangan baper. Makanya move on! Baca tipsnya di “Kamu Kok Bisa Move On”. Lagipula mantan pacar gak bisa menjadi amal jariah kan? Sedangkan menulis mampu menjadi amal jariah bahkan hingga kita tiada. Setuju kan? Nah makanya putusin segera dan nulis aja 😛
Baca juga :
Ada 7 Persamaan Menarik Antara Penulis dan Koki
Solusi
Dan ini tahap terakhir. Setelah mendapatkan pelajaran, inspirasi, ide, dan pengalaman, ubah semuanya menjadi kata-kata yang mudah dimengerti. Bahasa kekiniannya, MEMBUMIKAN KONSEP. Bagaimana mengubah berbagai teori yang melangit sehingga mampu membumi dan mudah dimengerti. Make it simple. Karena katanya Kakek Einstein :
“If you can’t explain simply, you don’t understand it well enough.”
Sama juga layaknya lulusan S1, S2, dan S3 yang mampu menghasilkan gelar tapi tak mampu menjadi solusi bagi masyarakat. Berbagai penilitiannya hanya mampu menjadi “sampah” demi memperjuangkan yang namanya prestige berupa gelar. Jangan tersinggung dan baper. Ambil hikmahnya apa. Dikit-dikit kok tersinggung. Kan tadi udah disampaikan, manusia lebih mulia daripada babi dan kera. Setuju kan? 🙂
Nah seharusnya bukan hanya gelar semata yang kita diperjuangkan, melainkan S.PSI, yaitu Sarjana Pemberi Solusi. Keren kan? Caranya gimana? Cara sederhananya, jadikan skripsi sebagai solusi. Saya sudah menuliskannya disini dan disini.
***
Nah itu tadi, 3 rumus sederhana yang saya lakukan dalam menulis 100 hari tanpa henti. Mulai dari #30DWC naik kelas menjadi #100DWC. Menembus tantangan 100 hari menulis tanpa henti dan semuanya dituangkan dalam blog ini menjadi 7 kategori. Kamu pasti bisa. Percayalah. Karena,
“Jika ada kemauan, selalu ada jalan. Tapi jika ada alasan, segalanya menjadi hambatan”
Sebelum menutup tulisan kali ini, saya akan memberikan kabar gembira. Pertama, di bulan Februari ini, saya akan membuka kembali #30DWC jilid 2. Untuk kamu yang masih bingung, boleh baca penjelasannya di Tutorial #30DWC. Dan update beritanya di blog dan fan page saya. Kedua, saya memberikan bonus berupa ebook yang saya dapatkan dari penulis 60an buku padahal umurnya masih 20an tahun! Tahu kan siapa? Yap, Ahmad Rifai Rif’an. Saya pernah belajar dengan dia di ITS tahun lalu. Silahkan download link-nya ada disini.
Jika kamu benar-benar menerapkan rumus Refleksi-Inspirasi-Solusi sepenuhnya, percayalah inspirasi yang datang pun tiada henti.
Keep writing, always inspiring!
Rezky Firmansyah
Penulis Buku Tersebar di 5 Benua
Founder Passion Writing Academy