Jika ditanya apa mimpi terbesarmu dalam hidup, mungkin kamu sudah punya jawabannya. Tapi jika ditanya apa tujuan penciptaanmu ada di dunia, bisakah dengan yakin kamu menjawabnya?
Biasanya, jawaban akan berputar pada 3 ayat. Menjadi khalifah (QS Al-Baqarah : 30), beribadah (Adz-Dzariat : 56), dan menebar rahmat (QS Al-Anbiya’ : 107). Fondasinya ini. Silakan otak-atik sesuai dengan potensi dan fitrah diri.
#MatrikulasiNAKIndonesia kali ini akan membahas tentang salah satu perjalanan seorang hamba yang seharusnya. Misi seorang hamba yang kembali, yaitu menghindari dan mensyukuri. Mari kita mulai.
***
Hamba yang Baik
۞ قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ
Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Az-Zumar : 53)
Apa rasanya jika dipanggil oleh bos di kantor? Deg-degan atau bahagia? Tergantung kali ya. Tergantung dari apa yang dilakukan sebelumnya. Jika berbuat salah, tentu khawatir dong. Tapi kalau sudah berbuat baik, kita pasti berharap sesuatu yang baik akan terjadi. Tapi bagaimana jika Allah yang memanggil kita sebagai hamba-Nya?
Memang di dalam Al-Quran ada ayat bashira wa nadzira. Ada kabar gembira dan peringatan. Tapi di ayat ini, Allah memadukan panggilan kita dengan indah. Allah memanggil kita hamba-Nya dengan kata “abid” tapi Allah juga menyebutkan kita hamba yang melampai batas. Lalu Allah lanjutkan dengan “jangan berputus asa”.
Dalam videonya, Ustadz Nouman Ali Khan menyebutkan bahwa kata “hamba” bisa disebutkan dengan “abid” dan “ibad” yang maknanya berbeda. “Abid” adalah hamba yang tak patuh sedangkan “ibad” adalah hamba yang baik. Dan kita dengan segala kekurangannya ini, dengan segala perbuatan yang melampaui batas dipanggil Allah dengan kata ibad, wahai hamba yang baik. Indah sekali bukan?
Seolah-olah Allah ingin mengatakan,
“Wahai hamba-Ku, kamu merasa sebagai pendosa? Kembalilah. Jangan putus harapan. Kamu tetap hamba-Ku yang baik. Aku akan mengampuni dosamu karena hal itu begitu mudah bagi-Ku.”
Jangan dibayangkan Allah berkata seperti itu ya. Ini hanya untuk memudahkan bagi kita yang merasa Allah begitu jauh atau kita yang merasa tak pantas “menjangkau” Allah, padahal Dia begitu dekat.
Terima atau tidak, setiap dari kita adalah pendosa dengan porsinya masing-masing. Tapi Allah begitu sayang kepada kita hamba-Nya sehingga Dia menutup segala aib kita. Kita hanya perlu mengakui dan mulai berbicara kepada Allah. Mulai saja dengan segala ketidaksempuraan saat ini.
“Tapi aku shalat jarang.”
Ya tidak masalah. Allah tidak akan mengabaikanmu. Tetap biarkan satu pintu itu terbuka. Tapi jangan pernah berpikir satu pintu itu cukup. Maka bukalah pintu-pintu lainnya. Kalaulah benar kita bersungguh-sungguh ingin menjadi hamba yang baik dan kembali pada-Nya, tentu kita akan mencari segala cara kan? Membuka sebanyak mungkin pintu harapan sehingga Allah pantaskan kita. Maka apa itu pintu harapan? Memperbanyak amal ibadah dan mengurangi maksiat. Sederhananya begitu.
***
Berhenti dan Menghindari
فَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَىْءٍ فَمَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ ۞ وَٱلَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَٰٓئِرَ ٱلْإِثْمِ وَٱلْفَوَٰحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا۟ هُمْ يَغْفِرُونَ
Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. (QS Asy-syura : 36-37)
Menjadi hamba yang kembali memang tidak mudah. Pasti ada banyak tantangannya. Itulah kenikmatan tersendiri saat kembali. Setiap dari kita pasti punya cerita nantinya.
Perjalanan kembali pun harus ada yang dikorbankan. Meninggalkan segala yang Allah tidak suka. Apa yang kita anggap kenikmatan dunia, bisa jadi itu malah bernilai dosa di sisi Allah. Dan biasanya memang begitu. Maka perlu kita menyadari, segala hal dosa yang kita anggap nikmat, bahkan segala nikmat yang ada di dunia, tidak seberapa dibandingkan nikmat di sisi Allah yang kelak akan kita dapati dan itu abadi.
Apa kenikmatan dunia yang bernilai dosa? Mudah sekali kita mendeteksinya. Segala dosa besar dan dosa kecil yang kita sadari. Zina, syirik, mencuri, dan segala daftar dosa yang begitu panjang untuk kita tuliskan. Tapi ada juga perbuatan keji yang samar kita rasakan. Dosa kecil yang selama ini kita anggap wajar. Apa itu? Wudhu sih, tapi nggak sempurna. Shalat sih, tapi buru-buru. Sedekah sih, tapi menyakiti si penerima. Begitu lebih kurang Ustadz Nouman Ali Khan menjelaskan dalam videonya.
Baik dosa besar dan kecil, ya tetap keduanya adalah dosa. Jika benar ingin kembali kepada Allah, maka tinggalkanlah. Semoga Allah mudahkan dan mampukan ya. Semoga Allah lapangkan hati kita untuk meninggalkan.
Sabar ya. Kenikmatan di dunia tidak seberapa. Kenikmatan di akhiratlah yang hendaknya kita cari. Misalkan, masuk surga sekeluarga. Bukankah itu sebuah kenikmatan yang luar biasa? Sudahkah berdoa untuk itu? Jika belum, mulailah berdoa. Apa salahnya?
Menjadi hamba yang kembali. Atas segala dosa besar dan samar, mari mulai hentikan dan bertahan agar tidak mengulangi.
***
Bersyukurlah, Maka Akan Bertambah
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahim : 7)
Ayat ini menjadi salah satu ayat favorit saya sejak dulu. Karena begitu “mudah” untuk dilakukan. Tapi melalui video kali ini, Ustadz Nouman Ali Khan memberikan perspektif tambahan yang semakin mencerahkan.
Dalam ayat ini, Allah menyampaikan, menekankan, dan menjanjikan agar kita bersyukur, maka pasti Allah akan tambah.
Allah tidak membatasi hanya dengan bersyukur kepada-Nya, karena tidak tertuliskan bersyukur kepada-Ku. Maka konteksnya bisa diperluas. Karena syukur bukan hanya ucapan, tapi juga perbuatan sikap, gaya hidup, cara berpikir
Ucapan bisa dengan alhamduillah dengan pemaknaannya. Perbuatan dan sikap, bisa dengan membuktikan syukur itu dengan meningkatkan kapasitas diri dan memberi. Gaya hidup, bisa dengan mengapresiasi satu sama lain sesama manusia. Cara berpikir, bisa dengan segala yang kita pikir adalah atas nikmat yang Allah berikan. Hadza min fadhli rabbi.
Coba lihat lagi baik-baik. Allah menyebutkan menambah nikmat kepada hamba-Nya. Tapi apanya yang ditambah? Nikmat yang seperti apa? Sungguh Allah Maha Luas pemberiannya, maka segalanya bisa Allah tambah dengan mudah. Kesehatan, kekayaan, dan tentu yang paling kita harapkan adalah keimanan dan ketakawaan.
Tapi bagaimana jika kita mengingkari nikmat yang Allah berikan? Lupa bersyukur? Nah ini tak kalah menarik. Kalimatnya berlanjut bahwa azab Allah sangat pedih. Tapi coba perhatikan baik-baik. Tidak ada kata “fa” yang berarti maka. Bukan fa inna azabi lasyadid, tapi inna azabi la syadid. Kalimat ini tidak secara langsung menyebutkan sebab dan akibat.
Kalimat mudahnya begini.
Penggunaan kata fa membuat maknanya menjadi “jika kamu tidak bersyukur, Aku akan mengazabmu dengan azab yang sangat pedih.” Tapi tidak ada kata fa di ayat tersebut. Maka maknanya “jika kamu tidak bersyukur, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” Dua kalimat terpisah, bukan sebab akibat.
Allah tidak memastikan kepada kita apabila tidak bersyukur maka Allah akan azab. Tapi sebagai hamba yang benar-benar ingin kembali, tentu harusnya kita tidak sedangkal itu pemahamannya. Maka bersyukurlah.
Bersyukur adalah awalan. Karena jika kamu tidak bisa bersyukur. maka sulit rasanya untuk bersabar.
“Tapi aku harus bersyukur apa?”
Bersyukur Allah tidak langsung mengazab kita karena tidak bersyukur saja sudah layak untuk disyukuri bukan?
***
Ramadan usai, Idulfiti pun sudah dilewati. Tapi apakah benar kita menjadi hamba yang kembali suci?
Inilah misi kita. Menjadi hamba yang kembali. Perlahan menghindari apa yang tidak Allah suka. Mensyukuri segala hal yang Allah beri. Semoga Allah ridhoi jalan kita ya