Sabtu lalu, saya diberikan kesempatan untuk mengisi Latihan Dasar Kepemimipinan Organisasi (LDKO) bagi himpunan mahasiswa Teknik Lingkungan UPN Veteran Yogyakarya. Kampus yang pernah menolak saya untuk menjadi mahasiswa, tapi mengundang jadi pembicara. Sungguh rencana yang indah dari Sang Pencipta.
Baca Juga :
Ditolak jadi Mahasiswa, Diundang Jadi Pembicara
Mungkin Saya Belum Move On dari Universitas Indonesia
Saya diberikan tema tentang karakter dan manajemen dari panitia. Tema yang menarik. Saya pun menyampaikannya dengan lebih menarik. Based on experience agar kelak lebih berdampak bagi peserta.
Dalam pelatihan ini, saya banyak mengambil contoh dari kasus nyata tentang organisasi di Student Representative Board Universitas Ciputra. Hal ini saya lakukan dalam penyampaian materi dan sesi tanya jawab. Salah satu pertanyaan yang muncul adalah bagaimana caranya agar sesama anggota organisasi bisa saling mengerti. Saya pun menyarankan untuk melakukan Heart to Heart seperti yang sudah saya jelaskan di tulisan sebelumnya.
Baca Juga :
CATOR 15 : Maaf Aku Nggak Dapat Apa-Apa Disini
Jawaban lainnya adalah dengan melihat pola anggota organisasi. Saya akan mengambil contoh nyata dari 2 anggota di Student Representative Board.
Pertama, Savira dari komisi A. Bagi kamu yang tidak mengenal Savira, bisa jadi saat melihatnya sekilas akan menganggap dia ada masalah. Saya pun awalnya begitu. Hingga akhirnya saya menarik kembali jawaban yang keliru tadi.
Ceritanya begini. Suatu hari saya pernah menuliskan “surat cinta” untuk seluruh anggota. Tak terkecuali Savira. Dari semua surat, ada yang membalas dengan singkat, tidak membalas, dan ada beberapa yang membalas dengan panjang lebar. Dan uniknya, Savira yang awalnya terlihat ada masalah malah menjawab dengan panjang lebar.
Perlahan saya sadari dan coba mengerti bahwa Savira adalah sosok yang introvert banget. Dan dalam pelatihan internal menggunakan metode Susan Gilmore, Savira adalah tipe penganalisis. Sehingga sosok pendiamnya bisa menjebak orang untuk menilainya ada masalah. Padahal tidak. Memang begitulah orangnya. Bahkan dia sempat menuliskan proud to be introvert di social media-nya.
Kata guru saya Aa Gym, sebenarnya masalah itu bukanlah masalah. Tapi masalah akan menjadi masalah saat salah mengatasi masalah. Jadi saya dan anggota lain pun tidak mempermasalahkan tentang sosok introvert yang dimiliki Savira. Mencoba untuk mengerti dan saling mengerti. Itu jauh lebih bijak.
Tentang kinerja tak usah ditanya. Dia menjalankan job desc dengan dan memberikan warna di komisi A dan team-family Student Representative Board.
Kedua, Peter dari komisi B. Sama juga. Saat pertama kamu melihat tindakannya yang tidak diduga-duga, kamu akan menilai Peter orang yang apatis dan tak peduli. Contohnnya pernah suatu hari di sesi quality time awal periode dan sesi heart to heart tengah periode.. Peter tiba-tiba pulang saat semuanya berkumpul. Jengkel? Bisa jadi. Tapi bagi saya tidak. Loh kok bisa?
Melihat pola dan mencari makna. Di awal periode, semua anggota menuliskan di selembar kertas sebuah jawaban dari pertanyaan, “kenapa kamu ada di sini?”. Saat itu Peter menuliskan jawaban “karena SRB adalah keluarga keduaku”. Nah!
Memahami jawaban itu tentu tidak bisa tiba-tiba. Butuh waktu untuk mengerti apa maksud jawaban ini. Terlebih lagi saat tindakan-tindakan tak terduganya. Tapi nyatanya begitulah adanya. Tindakan itu adalah hal yang wajar dan “bisa dimaklumi”. Karena tindakan yang dia lakukan bukan karena dia tersinggung lalu keluar tiba-tiba. Tapi karena ada faktor lain yang membuat dia melakukan itu. Walaupun mungkin terlihat tidak berkesan dan menimbulkan kesalahpahaman. Ya tak masalah. Kita harus saling belajar untuk mengerti bukan? Bukan hanya untuk dimengerti.
Soal kinerja bagaimana? Flashback dari periode lalu, bisa dinilai kinerjanya belum optimal karena penempatan dan caranya tidak tepat. Tapi periode ini, melalui sistem kerja yang diterapkan Hencu sebagai ketua komisi B membuat kinerja Peter berjalan optimal. Job desc Peter adalah jalur pengurusan proposal dari berbagai organisasi di universitas. Kinerjanya optimal bahkan terhitung cepat dalam penyelesaiannya. Kuncinya satu, berikan kepercayaan, dia akan berikan pembuktian.
Berbagai kasus seperti ini bisa jadi pelajaran berharga khususnya untuk peserta LDKO Teknik Lingkungan kemarin. Dengan memberikan studi kasus nyata akan membuat orang lain mengerti dan percaya sambil berkata “Oh begitu ya caranya. Masuk akal juga.”
Kasus dan pemakaan ini pula yang selalu saya tuangkan dalam tulisan khusus Catatan Organisasi di rezkyfirmansyah.com. Harapannya bisa menjadi pelajaran berharga bagi anggota organisasi dimanapun berada. Dan terhitung dengan tulisan ini sudah mencapai 16 artikel. Semoga kelak bisa menjadi buku sebelum akhir periode dan duplikasi program untuk organisasi yang bermakna di penjuru universitas Indonesia bahkan dunia.
“Melihat pola dan mencari makna. Cobalah untuk mengerti, bukan hanya ingin dimengerti. Hingga kelak, setiap anggota bisa saling bersinergi untuk kontribusi yang lebih baik.”
Keep writing, always inspiring!
Rezky Firmansyah
Passion Writer
Founder Passion Writing Academy