Bingung Masalah Hati? Libatkanlah Allah dalam Diskusi

Beberapa hari yang lalu, saya diberi hadiah oleh Allah untuk mengisi Latihan Dasar Kepemimpinan Organisasi (LDKO) di UPN Yogyakarta. Universitas yang dulunya sempat menolak untuk diterima jadi mahasiswa tapi malah mengundang jadi pembicara. Memang rencana Allah begitu indah dan istimewa.

Setelah acara, saya dan seorang teman langsung menuju ke masjid kampus untuk persiapan sholat Zuhur. Sesampainya di masjid, ada pemandangan yang menarik untuk dimaknai. Di waktu yang sama saat saya mengisi LDKO, ternyata juga ada seminar pra nikah dengan tema “Kudekati Dia untuk Mendapatkan Dia”. Entahlah apa maksudnya. Tapi bagi saya ini unik saja dimaknai.

Terhitung hingga saat ini, saya sudah pernah mengikuti 3 kali seminar pra nikah. Entahlah apa tujuannya, saya pun tak terlalu memikirkan tujuan ikut seminar pra nikah dulunya. Bahkan ketika pertama kali mengikuti seminar pra nikah, sepertinya saya adalah peserta termuda saat itu. Mungkin loh ya.

Baca Juga :
15 Istilah Unik yang Kamu Temui di Seminar Pra Nikah
13 Fenomena Menarik dari Pernikahan Ala Mahasiswa

Setelah sholat Zuhur, saya dan seorang teman tadi berbincang santai di dalam masjid. Memang banyak hal yang kami bicarakan. Tapi mungkin karena efek acara yang masih terasa, pembahasan kami pun tak jauh-jauh dari pernikahan.

Hal ini ditambah lagi dengan momen sidang akhir kelulusan sebagai mahasiswa. Yang berarti tinggal selangkah lagi menuju wisuda. Dan ada saja terpikirkan atau yang menyarankan untuk Sianida, Siap Nikah Abis Wisuda.

Saran dan pemikiran ini entah kenapa dengan mudahnya nempel di dalam pikiran. Entah karena umur yang sudah wajar untuk membicarakan soal nikah atau hanya karena desakan orang-orang sekitar. Bahkan pernah suatu hari saya diajak keliling kota oleh 2 orang abang dan pembahasan mereka ya tentang menikah. Mereka pun kini sudah punya anak 2. Dan saya yang di belakang hanya menjadi korban motivasi menikah muda.

Kenapa harus menikah abis wisuda? Atau mungkin menikah sebelum wisuda. Kenapa?

Saya merenungkan pertanyaan ini berkali-kali. Bukan maksud untuk terjebak dalam teori saja. Melainkan untuk mencari jawaban dan alasan sesungguhnya, kenapa harus menikah sebelum wisuda?

Di semester akhir saat menyelesaikan skripsi, saya memang sudah merencanakan studi kritis di atas kertas setelah lulus mau kemana. Dan pilihan saya terbagi menjadi 5, yaitu :

  1. Menikah
  2. Melanjutkan S2 bidang psikologi atau manajemen SDM
  3. Mengembangkan bisnis Passion Writing Academy dan bisnis lainnya
  4. Bekerja (berguru) ke konsultan SDM
  5. Hibernasi (menghilang sementara)

Hingga kini, saya belum mendapatkan jawaban yang mengerucut. Walaupun ada kecenderungan di pilihan tertentu. Masih bingung, ya tentu saja. Mungkin ini karean terlalu banyak mikir dan melibatkan diri sendiri. Lupa mengajak Allah dalam diskusi. Ohya, sekedar meluruskan kalau pilihan di atas disusun secara acak. Bukan sesuai skala prioritas ya. Hehe.

Diskusi kami pun masih berlanjut di dalam masjid.

“Jadi kamu udah punya calon.”

“Belum.”

“Lah terus gimana mau nikah. Calon aja nggak ada. Tapi pasti ada kecenderungan kan?”

“Ya pasti ada. Tapi belum yakin aja.”

“Kenapa belum yakin?”

“Karena aku sedang memikirkan dan memastikan. Apakah aku memilih dia karena nafsu sesaat atau benar dari hati yang lurus. Apakah aku memilih dia karena momen perubahan yang dia alami atau karena memang dia bisa menguatkanku di masa depan nanti?”

Diskusi kami berjalan dengan santai dan tawa. Walaupun ada perenungan mendalam dari yang kami ceritakan. Untuk apa sebenarnya kamu menikah muda? Hanya untuk syarat pendamping halal ketika wisuda?

Pendamping halal ketika wisuda? Hmmm, menarik memang. Karena berdasarkan pengamatan, ada fenomena yang menarik di kalangan anak muda.

“Dia yang mendampingi ketika skripsi belum tentu akan menjadi istri. Dia yang mendampingi ketika wisuda, belum tentu mendampingi ke KUA. Tapi dia yang mendampingi di KUA, sangat mungkin bisa mendampingi di wisuda.”

Benar juga. Nah kamu milih yang mana?

Kebingungan ini masih saja menjadi-jadi. Hingga akhirnya di akhir diskusi, saya mendapatkan kesimpulan untuk memperbanyak istikharah.

Kebingungan terjadi karena selama ini seringkali kita hanya mengandalkan diri sendiri tanpa melibatkan Allah dalam diskusi. (Rezky Firmansyah)

 

Keep writing, always inspiring!

Rezky Firmansyah
Passion Writer
Founder Passion Writing Academy

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *