Berkarya : Pujian, Kritikan, dan Respon Pertengahan – Insight Ideafest 2019

Saat kamu berkarya, respon apa yang paling sering kamu terima? Pujian atau cacian? Idealnya sih beragam. Jika karyamu selalu dipuji atau sebaliknya, selalu dicaci, berarti ada yang keliru. Ada yang harus diperbaiki.

Saya meyakini setiap orang butuh bertumbuh. Tapi tidak semua orang mau bertumbuh. Tidak siap dengan konsekuensi bertumbuh. Misalkan saja bagimu yang katanya pengen jadi penulis, siapkah meluangkan waktu minimal 30 menit tiap hari untuk menulis? Katanya pengen bertumbuh, tapi tidak mau menerima konsekuensi, lah gimana?

Ya begitulah kita. Maunya yang enak-enak aja. Ini jadi nasihat pribadi bagi saya juga sih.

Menghargai Harga Made In Indonesia. Kelas ini menghadirkan Alvin Tjitrowirjo. Coba kamu ketik namanya di google. Prestasinya di dunia cukup menggambarkan bagaimana kiprah dan karyanya tanpa saya jelaskan panjang lebar di sini ya.

“Kita terbiasa di-puk-puk atau diejek.
Respon pertengahannya apa?”

Insight ini saya dapat di sesi kelas. Seperti yang disampaikan di awal tadi. Jangan terbiasa dihina ataupun dipuji. Karena bagaimana pun, karya kita tidak sempurna. Lantas, apa yang harus dilakukan? Bertumbuh adalah kuncinya. Tapi bagaimana caranya bertumbuh? Tantang diri satu tingkat lebih tinggi.

Saya berikan konteksnya di dunia menulis deh ya. Paling gampang nih.

Jika kamu terbiasa menulis satu postingan per bulan, mulailah menantang diri menulis satu postingan per pekan. Jika sudah terbiasa, mulailah menantang diri menulis satu postingan per hari.

Itu sari segi kuanititas. Hal yang sama pun berlaku dengan segi kualitas. Minta feedback dari orang lain. Jika selalu mendapatkan pujian, cari orang lain yang bisa memberikan “cabe” agar kamu pun bisa lebih baik. Perlahan, tingkatkan kualitasmu. Bukan lagi menulis yang menye-menye, tapi juga hal yang berisi. Coba saja.

Tapi sebagai pekarya, kita pun harus jeli membedakan mana yang nyinyir dan kritik. Karena jika tidak, premis netijen selalu benar akan sangat menganggu kita dalam proses berkarya. Pun begitu saat hadir sebagai komentator. Belajarlah untuk memberikan kritikan yang membangun. Gunakan kalimat “seharusnya begini ….”. Ya mungkin tidak langsung benar. Tapi setidaknya, kita menghindari untuk menjadi pribadi nyinyir. Singkatnya, pertimbangkan kondisi lapangan seperti apa. Akan lebih baik lagi jika kita bisa from complain, dan create something.

Sebagai orang yang terlibat langsung dengan industri kreatif, banyak insight yang diberikan oleh Alvin. Termasuk kritikannya terhadap pemerintah.

“Nggak ada industri kreatif di negara manapun yang berhasil  tanpa didukung pemerintah. Karena kreativitas itu intangible asset.”

“Saat berkarya, jangan cuma mentalitas harus dijual. Tapi create excellent.”

“Budaya ‘ya mau gimana lagi’ jangan dibiasakan. Mulailah bertumbuh dan delivered better.”

Dan terakhir, yang paling menarik bagi saya adalah

“As a designer not just design, but solve the problem.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *