Ini bukan pertemuan pertama saya dengan @MarchellaFP, kreator dari @NKTCHI. Secara tatap muka langsung, sepertinya udah 3 deh. Pertama di bedah buku Gramedia Depok. Saya udah tulis reviewnya dengan tulisan berjudul “Inspirasi dari @NKCTHI”. Kedua di Indonesia International Book Fair. Dan ketiga, di Ideafest 2019. Untuk melengkapi tulisan ini, saya sarankan kamu baca juga deh review saya di pertemuan pertama.
Apa insight yang saya dapat dari Ideafest 3019?
Generasi 90an dimulai dari tugas akhir kuliah
Saya seringkali tertarik ketika membahas skripsi. Saya sih bukan tipe yang ngompor-ngompori kapan skripsi kelar. Ya, sesekali pasti ada. Terutama pada orang tertentu.”Semangat” adalah kata yang biasanya saya sampaikan. Tapi kalimat otentik yang sering juga saya sampaikan adalah “solusi dari skripsimu apa?”
Skripsi solusi menjadi daya tarik tersendiri bagi saya. Walaupun pada kenyataannya tidak semua skripsi yang bisa jadi solusi karena faktor tertentu. Skripsi saya sendiri berpeluang kok menjadi solusi. Judulnya adalah Passionpreneurship : Konsep Entrepreneurship Mengubah Passion Menjadi Bisnis. Dedy Dahlan dan Rene Suhardono sebagai passion coach memberikan saya banyak pencerahan dari karyanya.
Tidak harus solusi sebenarnya. Tapi setidaknya, ada “what’s next” dari skripsi yang dikerjakan selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Generasi 90an adalah contohnya. Bermula dari tugas akhir skripsi, berlanjut menjadi karya hingga kini. Anyway, Marchel ini jurusan desainer Binus deh seingat saya.
Boleh bikin karya yang personal, tapi harus total
Dalam penulisan buku NKCTHI ini, Marchel tidak melibat sponsor satu pun. Alasannya adalah karena ini masterpiece-nya dan tidak mau dicampur-campur. Sedangkan untuk produk turunannya dia membuka peluang kerjasama. Pengen bikin karya yang bahasnya tentang aku. Begitu pesannya.
Tapi nyatanya, banyak orang yang bikin karya personal banget, tapi malah dikira curhat, alay, dan penghakiman lainnya. Perihal ini, saya pun bertanya langsung. Jawabannya.
“Seringkali penilaian orang lain menjadi ketakutan tersendiri. Padahal yang ‘menghina’ cuma 1-2 orang doang. Sedangkan yang lain mendukung. Seperti halnya kita di atas kapal. Ada bolong 1-2. Fokuslah untuk terus berlayar. Bukan menghabiskan waktu untuk menutupi bolong-bolong kecil itu.”
Mengabaikan “bolong kapal” yang dimaksud itu bukan berarti membiarkan kapal tenggelam. Karena faktanya, banyak orang yang berfokus pada menutup bolong dibandingkan terus berlayar. Perjalanan masih panjang.
Boleh bikin karya yang personal, tapi harus total. Tentang karya yang seolah curhat tadi misalkan. Banyak yang bikin karya gitu, tapi setengah-setengah. Jauh dari kata total. Total ini bukan berarti curhat tanpa batas loh ya. Paham lah maksudnya. Terus bertumbuh.
Dari terapi menjadi karya
Mereka yang bisa berkarya sekaligus menjadikannya sebagai terapi ini unik. Marchel pun sama dengan NKCTHI dan karya lainnya. Terapi untuk diri sendiri dan juga membantu orang lain. Yuki Agriardi yang saya bahas di beberapa postingan sebelumnya juga, dengan 1 gambar per hari juga melakukan hal yang sama. Teman saya yang lainnya, Novie Ocktavia pun juga. Sebagai seorang yang mendalami dunia psikologi Islam, dia mendirikan @HealYourself.id sebagai proyek kebaikannya. Bukunya segera terbit loh.
Buku adalah medium, turunannya ada banyak
Branding yang saya sematkan di IG “passion writer” bukanlah tanpa alasan. Saya memilih nama itu karena meyakini bahwa menulis bukan hanya sekedar aktivitas saja. Bukan hanya tentang menuangkan kata dalam tulisan saja. Bagi sebagian orang, boleh saja. Tapi saya memilih untuk menantang diri lebih. Bagi saya, menulis adalah visi dan pilihan.
Sebagai passion writer bersama Proyek Kebaikan, saya bermimpi agar bisa menghadirkan banyak solusi kebaikan dengan menulis sebagai salah satu aktivitas utama. 30DWC adalah salah satu yang sudah berjalan sejak 2015. Yang terbaru adalah @BukuUntukIbu. Memberikan hadiah berupa buku dari seorang anak kepada ibunya di Hari Ibu. Tertantang mencoba? Cek IG-nya ya.
Buku adalah gagasan yang didokumentasikan. Marchel membuktikan dengan hadirnya komunitas, festival, merchandise, hingga film yang akan tayang di 2020. Yang tak kalah menarik adalah Kamu Terlalu Banyak Bercanda (KTTB). Buku ini berbeda dibandingkan dengan karya sebelumnya karena tidak dijual di toko buku besar. Melainkan di toko buku kecil. Alasannya, karena kenangan masa kecilnya. Membantu pedagang kecil dengan karya. Wah, menarik.
Jadi untukmu yang udah menulis buku, jangan terhenti di menulis buku saja. Yuk, pikirkan apa medium lainnya untuk memperluas kebaikan.
Nyaris tanpa strategi marketing, kenapa bisa fenomenal?
Buku NKCTHI booming dalam waktu singkat. Pre-Order 500 buku pertama habis dalam 2 menit, 12 jam berikutnya Pre-Order 4.000 buku habis lagi. Pre-Order ke-3 habis 1.000 buku dalam semalam di web Gramedia, penjualan perdana di 10 toko Gramedia, sekitar 5.125 buku terjual habis dalam sehari. Begitu datanya dari hasil cuitan @PenerbitKPG
Nyaris tanpa strategi marketing, tapi kenapa bisa fenomenal? Riset adalah kuncinya.
NKCTHI membutuhkan waktu 2 tahun untuk riset. Sedangkan KTTB butuh waktu 10 tahun. Dalam pembuatan akun IG @NKCTHI Marchel tidak mengaitkan dengan karya sebelumnya, Generasi 90an. Organik saja berjalan.
Nah, dalam berjalannya akun NKCTHI di IG, Marcel melakukan banyak hal. Misalkan membuka peluang untuk menjadi teman cerita di IG story dengan berbagai pertanyaan personal. Misalkan saja, apa sih kalimat terjahat yang pernah kamu dapatkan? Pertanyaan pemancing seperti ini yang membawa follower-nya untuk bercerita panjang. Marcel bahkan mengatakan setiap malam bisa membaca ribuan story. Hasilnya dia pun terpapar negative vibes dan “tenggelam”. Kesediaan Marcel inilah yang membuat orang untuk percaya bahwa NKCTHI adalah teman cerita.
“Mereka mau didengarkan. Tidak semua orang punya kemampuan verbal. Dan NKCTHI adalah perpanjangan tangan. NKCTHI mampu menyampaikan apa yang mereka rasakan.”
Detailnya tentang riset ini, kamu bisa menonton videonya di #BukaTalks
Strategis kreator, idealisme dengan monetisasi
Idealisme itu penting. Tapi idealisme butuh strategi agar bisa menyalurkannya. Maka dalam bisnis kreatif, idealisme harus dimonetisasi. Singkatnya, duitnya dari mana?
Marcel sendiri membagi karyanya menjadi tiga. Karya untuk mencari duit, karya dengan idealisme, dan berkarya untuk sosial. Produk turunan lainnya yang diproduksi oleh ProudPost menjadi salah satu cara monetisasi.
Karya dari hati
Karya yang dibuat dari hati maka akan sampai ke hati. Tips ini mungkin sudah sering kamu dengarkan. Tapi sudah seberapa jauh kamu lakukan.
Marcel dengan idealismenya, membuka peluang untuk menjadi teman cerita, cuti dari perusahaannya sendiri hingga hal lain yang dia lakukan membuktikan bahwa dia bekerja dan berkarya dengan hati. Coba deh sesekali tanyakan pada hati, sudahkah menikmati “hasil tangan” selama ini? Sudahkan menularkan vibrasi positif dalam karya? Adakah menyelipkan doa bagi penikmat nantinya?
Ah, berkarya dengan hati ini memang menantang ya.