Dalam pemberitaan di media mainstream, ada sebuah budaya yang diakui masyarakat. Bad news is good news. Persis seperti tema tulisan kali ini. Tapi ya mau gimana lagi. Itulah yang disukai oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Jam 6 pagi nonton berita isinya narkoba, pembunuhan dan pencurian
Jam 10 pagi nonton sinetron, kisah percintaan yang penuh khayalan
Jam 2 siang nonton drama asing, drama kehidupan yang terskenariokan
Jam 5 sore nonton gosip, kehidupan artis yang bermewahan
Jam 7 malam nonton dangdut, menikmati goyangan dan nyanyian yang melenakan
Bad news is good news. Itulah makanan kita sehari-hari. Dan bagaimana kehidupan para penonton di masa depan. Mudah saja. Lihat apa yang sering dia tonton. Maka mental, pikiran dan kehidupannya tak jauh-jauh dari itu.
“Hanya itu yang ada. Mau nonton apa lagi dong?”
Gampang. Gak usah nonton tivi. Atau aturlah jadwal untuk menonton yang “bergizi” saja. Masih ada kan? Saya pribadi belum lepas sepenuhnya dari tivi. Paling tidak saya menonton Kick Andy, Mata Najwa, Ini Talkshow, Box Office dan beberapa siaran “bergizi” untuk mencari inspirasi. Untuk 5 jadwal di 5 jam diatas, saya akan menghindari sejauh-jauhnya. Bahkan jika ada teman serumah yang menonton tadi, saya akan tutup pintu kamar atau berkata “bos tolong ganti channelnya.”
“Ya kamu gak bisa mengeluh dan ngomong aja dong. Beri solusinya!”
Menjawab pertanyaan ini, saya jadi teringat dengan visi seorang anak muda. Ketika itu dia pernah bercerita :
“Saya muak dengan tayangan zaman sekarang. Dan visi saya adalah ingin menghancurkan sinetron yang ada di Indonesia”
Wow! Ini dia visi yang menarik. Dia memang mengeluh dengan keadaan. Tapi tidak hanya diam. Dia complain, but create something. Dengan adanya masalah tadi, bersama rekan lainnya dia memberikan solusi berupa jaringan pertelevisian di dunia internet. Simpelnya bayangkan saja Youtube dan sejenisnya. Memang perlahan Youtube dan rekan-rekan bisa menjadi pengganti televisi. Gak masalah kalau gak nonton tivi karena masih ada Youtube dan media online lainnya. Benar kan? Hanya saja kita harus tetap bijak memilih tontonan di dunia online. “Remote tivi” tetap ada di tangan kita pribadi. Gak semuanya “bergizi”.
Dari cara berpikirnya, saya pun mendapatkan sebuah insight. Jika dilihat secara kreatif dan mental pemenang, bad news is good news. Karena dengan adanya bad news maka muncullah kegelisahan. Dan pertanyaanya sekarang, apa yang akan dilakukan setelah kegelisahan? Apakah mengeluh? Diam saja? Atau mencari solusi?
Start with complain, but create something. Jangan diam dan pasrah atas bad news yang tersebar dimana-mana sekarang ini. Karena kita masih punya harapan untuk terus maju kedepan. Saya pun teringat dengan semangat dari Good News From Indonesia.
“GNFI (Good News From Indonesia) adalah sumber utama independen dan terpercaya Anda dari segala macam berita baik dari Indonesia . Fokus GNFI satu saja, agar orang Indonesia tak lagi merasa rendah diri, dan tetap optimis menatap masa depan Indonesia. Negeri ini penuh dengan potensi, anak-anak muda yg kreatif, alam yang kaya dan indah, dan sejarah panjang yang mengagumkan dan membanggakan. Kita boleh kehilangan kesabaran melihat kekurangan ini dan itu, namun tidak boleh kehilangan harapan. GNFI mencoba memelihara harapan-harapan kecil itu agar tidak padam.”
Begitulah sekilas dari tujuan berdirinya Good News From Indonesia. Delivering positiveness and optimism. Dan kita butuh lebih banyak “Agen GNFI” di berbagai penjuru Indonesia. Berusaha untuk meng-counter berbagai serangan negatif yang datang. Kita tidak boleh diam dan tetap harus terus menjaga harapan.
“Daripada mengutuk kegelapan dan menyalahkan, lebih baik menyalakan cahaya”
Good news itu dibutuhkan sebagai motivasi bahwa masih ada kesempatan untuk maju kedepan. Bad news pun dibutuhkan agar kita tidak terlena dalam kenyamanan. Layaknya sebuah pesan spiritual, ada ancaman dan harapan yang diberikan Allah. Hal tersebut semata-mata agar kita tidak diam atau menjauhi secara perlahan. Melainkan bergerak mendekati-Nya.
Nah menanggapi bad news yang ada dimana-mana, terutama dari televisi, mari bergerak aktif untuk peduli dengan penyiaran di Indonesia. Caranya sederhana.
Stasiun TV (RCTI, MNC, SCTV, Antv, Indosiar, TV One, Metro TV, Trans TV, dan Trans 7) akan habis masa izinnya pada 2016. KPI membuka kesempatan bagi kita untuk ikut melakukan evaluasi dengan mengirimkan saran/kritik mengenai isi stasiun TV diatas ke : ujipublik@kpi.go.id sebelum 31 Januari 2016.
Mungkin akan ada yang skeptis dan pesimis :
“Apalah peran kita. Hanya suara belaka yang belum tentu didengar.”
Betul memang. Pasti ada pro dan kontra. Tapi bukan karena itu kita pasrah dan diam. Coba pikirkan solusinya apa? Jika belum bisa, lakukanlah hal yang bisa terlebih dahulu. Setuju ya? Terlepas dari sia-sia atau bukan, hal itu bukanlah sebuah kepastian yang pasti. Diam sudah pasti tidak mendapatkan apa-apa. Tapi dengan bergerak, memperbesar kemungkinan untuk terjadinya perubahan. Dan ini adalah pilihan. Saya peduli, kamu?
Keep writing, always inspiring!
Rezky Firmansyah
Penulis Buku Tersebar di 5 Benua
Founder Passion Writing Academy