Kenapa Sampai Sekarang Saya Masih Menulis?

Pertanyaan serupa dengan teks berbeda sering saya terima. Berulang-ulang kali saya jawab. Sekilas, saya menjawab di blog dan beberapa postingan IG @rezky_passionwriter. Cek aja #AskRezky

 Tapi, izinkan saya menjawab (lagi) melalui tulisan ini. Semoga tercerahkan ya.


1. Saya Sudah Terbiasa

Jika ada yang menebak saya aktif menulis 1-2 tahun ini, maaf kamu salah besar. Saya sudah menulis sejak TK. Sama kan? Tentu, ini bukan jawaban yang kamu harapkan. Tapi saya nggak salah kan? Hehe.

 Well, saya mulai aktif menulis sejak SMA. Sekitar tahun 2010. Dan tahu, apa yang saya tulis dulu? Kalimat!

 Yap, kalimat. *Saya menyengajakan menulis tiap hari.* Bukan PR, bukan tugas sekolah. Tapi ya kalimat. Misalkan, *hari ini kami menghadapi SMA 93 di turnamen sepakbola.* Sesederhana itu.

 Kemudian, saya naik kelas.

Saya menulis jurnal harian. Seperti diari, tapi nggak alay. Yaa semacam refleksi gitu. Apa yang saya pelajari hari ini. Misalkan, ilmu itu dipratekkan bukan dihafal.

 Terus menerus saya naik kelas. Menulis opini, artikel, buku antologi, buku pribadi, jadi mentor dan semuanya masih berlanjut. Saya menikmati hidup dengan menulis.

 Tambahan cerita. Beberapa hari lalu saat saya pulang kampung, guru dan teman SMA saya mengingatkan tentang INSPIRATION TODAY. Apa itu INSPIRATION TODAY?

 Dulu, semasa akhir SMA dan lulus SMA, saya “iseng” menulis beberapa paragraf dan disebarkan via broadcast message. Pakai paket sms gratis. Dulu masih pakai hp hitam putih. Iya, hp saya jadul. Maklum, anak asrama. Lalu berlanjut ke hp android, masih via broadcast, sms. Ganti hp bbm, bisa pakai broadcast gratis di kontak bbm.  Itu konsisten.

 Coba tebak apa kata teman dan guru saya tadi?

 “Ky, aku masih simpan loh sms INSPIRATION TODAY. Bahkan aku catat ulang.”

 Salut! Bayangkan, itu kebiasaan tahun 2012 dan diingatkan serta diapresiasi tahun 2018. 6 tahun loh.  Jadi, buat kamu yang merasa nggak ada yang peduli sama kamu, ya sabar aja. Jalani aja dulu. Belum sampai 30 hari, ngarepnya udah gede banget. Nikmati proses dong.

 Mau ikut 30DWC lagi? Boleh aja. Update saja terus infonya di IG @fighter30DWC ya

 2. Punya Strong Why

 Saya punya alasan kenapa menulis. Punya motivasi internal.

 Awal mula dulu menulis, sah-sah saja kita terbakar motivasi dari luar. Entah seminar, teman, atau challenge menulis lain seperti 30DWC. Saya pun dulu begitu. Saya tergerak karena beberapa orang tertentu. Ippho Santosa salah satunya. Saya pun masih sering ikut event kepenulisan. Tujuannya? Upgrading.

Walaupun begitu, tetap saja motivasi utama saya dari internal. I have strong why. *Alasan yang personal, otentik, dan menggerakkan.*

 Contoh salah satu strong why saya. Pertengahan tahun 2017, buku saya masih 10an. Lalu punya target, 5 Desember 2017 harus bisa bikin #24BooksOn24Years Target itu saya deklarasikan kepada Jamil Azzaini. Ini buktinya

 Alasannya?

Salah satunya karena saya ingin agar bertambahnya umur bukan hanya urusan seremonial. Tapi bertambah karya, bisa menebar manfaat lebih luas.

 Tapi kenapa bisa cepat?

Ada kemauan, pasti ada jalan.

Alhamdulillah, jalannya dilancarkan. Saya nulis mulai dari buku pribadi, antologi, prosa, hingga trilogi. Penerbit yang saya gunakan kebanyakan indie. Alasannya karena mengejar waktu.

 Ada yang unik memang dalam proses ini. Saya nggak pernah menyangka bisa bikin prosa. Triggernya sih momentum dan ketemu dengan “seseorang”. Hingga akhirnya, buku ke-17 saya berjudul Kita dalam Kata terbit. Prosa yang mellow tapi nggak bikin galau. Menggerakkan. Itu kuncinya. Salah satu fighter dan Fighter di Jilid 15 sudah pernah me-review.

 Mau pesan? Bisa via japri.

 Tentu, masih ada strong why yang saya punya. Tapi setidaknya sekarang, cukup itu saja yang saya ceritakan.

 Nah kamu gimana?

Udah punya strong why?

 3. Prinsip Naik Kelas

 Lihat proses perjalanan saya kan? Mulai dari kalimat, jurnal, refleksi, antologi, pribadi, dan terus berjalan. Kuncinya adalah naik kelas.

 Nah, kamu gimana?

Kalau ada yang ikutan 30DWC sebelumnya, ayo dong punya target baru. Nyicil naskah pribadi misalkan. Salah satunya yang berhasil, @PratamiDiah yang ikutan 30DWC 8, 9, 10, dan 11. Hasilnya buku Assalamualaikum Ayah Bunda yang terbit via Quanta.

 Kalau ada yang udah terbiasa nulis bukan dari 30DWC, ayo dong punya target yang unik. Punya komunitas yang menggerakkan, bikin antologi squad. Itu contoh.

 Bahkan buat kamu yang pemula, ayo dong bikin target yang otentik. Mulai terfokus pada tema tertentu misalkan.

 Saya pun sama. #24BooksOn24Years adalah salah satu cara saya untuk naik kelas.

 Semoga jawabannya mencerahkan ya.

 Keep writing and growing!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *