Foto yang Bercerita, Gimana Caranya?

Pernah nggak sih kamu melihat postingan di IG yang fotonya selfie jarak dekat, pakai “kamera jahat, ditambah dengan bumbu quote dari Google. Kalau saya sih auto-unfollow. Atau kalau ada yang minta folbek, nggak bakalan saya folbek. Yah, untuk apa. Bagi saya, di IG butuh inspirasi. Pertemanan bisa di dunia nyata atau setidaknya di WA.

Setiap orang tentu punya alasan tersendiri hadir di dunia maya. Saya pribadi seperti yang disebutkan tadi, mencari dan memberi inspirasi. Entah dengan kata ataupun gambar. Akan lebih menarik jika menemukan gambar yang bisa bercerita.

Gambar yang bercerita? Wah gimana?

Yap, itulah pembahasan di @BadrStartupStudio tadi. Mengangkat judul “The Art of Capturing Stories Through Photography”, Fathimah Shabrina berbagi cerita. Ohya, Ima (panggilannya) ini lulusan DKV. Jadi pantes banget desainnya keren. Hasil jepretan kameranya bisa bercerita.

“Wah, kalau gitu harus lulusan DKV ya agar bisa menangkap gambar yang bercerita.”

Oh, tentu saja tidak. Justru itu Ima berbagi cerita. Gimana caranya?

Start with what you like

Mulailah mengambil foto yang kamu suka. Hal yang kamu suka itu nggak harus opsi yang mainstream loh ya. Misalkan lagi banyak nih fotografer pernikahan. Eh, kamunya ikutan. Nggak mesti gitu. Ya tentukan aja apa yang kamu suka. Ada yang sukanya moto hewan, tumbuhan, buku, atau elemen lainnya. Ya asal jangan moto mantan diam-diam aja, walaupun masih ada rasa. 

Keep doing it – It’ll sharpen your skill and intuition

Nggak ada yang namanya instan. Semua butuh proses. Termasuk dalam memotret dan menghasilkan gambar yang bercerita. Master A atau B punya timeline masing-masing dalam learning curve-nya. Begitu kata Ima.

Ima katanya memakai kamera yang sama dari dulu sampai sekarang. Diperlihatkan olehnya hasil foto yang B aja di masa dulu dengan hasil foto terkini yang tentu jauh lebih baik. Bahkan dalam pekerjaan, Ima sering nggak dibayar pas foto pernikahan. Ya itu dulu. Alasannya? Karena hasilnya B aja. Di bawah standar. Tapi tentu, sekarang tidak lagi gratisan. Coba deh cek hasil jepretannya di @Cimemoar

Jalani aja dulu. Semakin terbiasa memotret, pasti akan mengasah skill dan intuisi.

Lalu gimana cara latihannya?

Ada beberapa latihan yang Ima sampaikan. Saya akan berikan tekniknya aja. Cara detail dan hasil fotonya bisa kamu googling ya.

  • Rule of third (memosisikan objek di sepertiga bagian)
  • Leading line (Garis yang mengerucut)
  • Framing (bikin bingkai alami)
  • Separasi (Elemen yang memisah)
  • Pattern and colours (pola yang berulang dan warna yang menonjol)
  • Simetris (cukup jelas lah ya)

Coba lakukan latihan dengan teknik tadi secara rutin. Misalkan pekan ini memotret dengan teknik rule of third. Pekan selanjutnya, leading line. Dan seterusnya. Perlahan, kamu akan terbiasa dan mampu mengkombinasikan berbagai teknik tersebut.

Apakah dengan semua cara tadi sudah bisa menghasilkan gambar yang berbicara? Seharusnya bisa. Tapi ada hal penting yang tak boleh terabaikan. Apa itu?

Capture with feeling. Emosi dari fotografer akan tersampaikan kepada penikmat karyanya. 

Sekarang coba deh kamu buka instagramnya. Hasil jepretannya sederhana, tapi bisa berbicara. Kenapa? Capture with feeling, tangkap dengan rasa

Dalam beberapa postingan, kamu juga bisa menemukan dialog antara ibu dan anak. Yap, itu adalah salah satu karya yang akan dia siapkan dalam proyek @bukuuntukibu Kamu juga bisa memberikan hadiah kepada ibu melalui @bukuuntukibu loh. Karya yang bicara dan menyentuh hati sang bunda.

Pesan penutup dari Ima,

Kenapa sih harus mengambil foto yang terbaik? Kalau fotografi dan social media juga bisa digunakan sebagai sarana amal jariah, kenapa disia-siakan kesempatannya?

-Fathimah Shabrina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *