Jarang-jarang bagi saya untuk mengoleksi banyak buku dari seorang penulis saja. Salah satunya adalah @js_khairen. Saya baru punya 3 bukunya terhitung sejak Mei-Oktober 2019. Walaupun saya udah ngeh bukunya (seri sebelumnya dari buku hijau, Paspor di Kelas Profesor) sejak kuliah dari kamar kosan teman (2015 akhir kayaknya). Kini 2019, dan dia menerbitkan buku pertama kali 2013. Cek deh di Goodreads.
Pertemuan kami pertama kali pada Mei 2019. Saat itu kami berada dalam satu panggung di seminar kepenulisan yang diselenggarakan oleh IIQ x PTIQ. Tapi saya nggak ngeh dengan doi. Baru ngeh banget ketika diingatkan oleh seorang teman, @RatnaDhahita (penulis buku Stop Nyinyir, Let’s Zikir) pas saya ngepost flyer acara. Tahu karyanya tapi nggak tahu orangnya. Ya kadang penulis ya gitu. Belum follow IG-nya pula. Duh maap bang. Haha. Dan di pertemuan itu, saya langsung beli bukunya, Kami (Bukan) Sarjana Kertas. Ini novel btw. Jarang-jarang loh saya baca novel.
20 Oktober 2019 doi bedah buku baru di Gramedia. Kami (Bukan) Jongos Berdasi. Edisi selanjutnya dari buku kuning. Dan ada 2 buku lagi yang akan terbit tahun depan dan 2 tahun lagi. Masih, edisi selanjutnya dari kisah di novel ini.
Produktif sekali ya? Yap, itulah pentingnya persiapan.
Sore itu di bedah buku ada anak SMK yang bertanya,
“Gimana tips bagi calon pekerja yang pengen bekerja tapi belum punya pengalaman? Bukankah banyak perusahaan yang memberikan kriteria berpengalaman sekian tahun?”
Dijawab dong oleh penulisnya langsung.
“Kamu udah berkarya apa? Bawa portofolio nggak? Ada upload di Instagram?”
Nggak usah saya tuliskan jawabannya apa. Kamu bisa mengira-ngira jawaban anak SMK tadi apa.
Create your experience, bukan hanya menunggu dan mencari pengalaman. Dan experience yang dibikin sendiri itu akan membuktikan persiapan.
Doi berkisah. Ada 3 penulis yang ditanya oleh penerbit,
“Kamu punya ide tentang buku ini nggak?”
Penulis 1 : “Belum kepikiran nih”
Penulis 2 : “Ada sih, tapi belum dibikin “
Penulis 3 : “Saya udah bikin!”
Ya, begitulah gambaran hidup kita. Daripada hanya menunggu, bikin aja dulu. Di waktu yang tepat #PastiAdaJalan *lahpromo.
Tapi gimana cara bikin pengalaman sendiri?
Ya contoh bagi pekerja seni deh. Misalkan ada film baru laris nih. Coba bikin cuplikan filmnya dalam bentuk komik. Tag si produser atau official account film itu. Bisa jadi di-repost. Terus apa lagi? Ya ada banyak peluang lagi di depan. Karena itu, mulai aja dulu.
Masih ada pertanyaan lain yang biasa ditanyakan.
“Gimana sih caranya jadi penulis kayak abang?”
“Kamu udah nulis?”
“Ya nulis biasa-biasa gitu aja.”
Lah, merendah duluan. Banyak nggak tuh yang begini. Porsi kagum kepada seseorang lebih besar dibandingkan apresiasi terhadap usaha diri sendiri. Ya begitulah efek samping dari kebanyakan ikut seminar kepenulisan tapi masih belum juga nulis. Kebanyakan inspirasi, kekurangan aksi.
Baca juga :
Inspirasi dari @NKCTHI
7 Inspirasi dari @NKCTHI Part 2 (Insight Ideafest 2019)
Novel Kami (Bukan) Jongos Berdasi adalah kelanjutan dari Kami (Bukan) Sarjana Kertas. Novel yang sudah naik cetak ke-7. Masuk ke cetak 8. Apakah semua karyanya laris? Nggak juga. Buku 1-7 biasa saja, baru ke-8 BOOM! Ditambah lagi pesannya,
“Buku pertama, saya nggak tahu caranya nulis. Buku kedua, udah mulai tahu dikit. Begitu seterusnya. Hambatan terbesarmu untuk menulis adalah karena kamu tidak menulis. Bukan yang lain-lain.”
Masuk akal banget nih pesannya. Lagi-lagi, kebanyakan nanya, tapi kapan aksinya?
Udah, berkarya aja. Apalagi sekarang di zaman social media. Bukan lagi penulis yang nyari penulis. Tapi udah banyak penerbit yang nyari penulis. Buktinya, banyak karya dari keisengan di Wattpad, coretan di Instagram, atau cuitan di Twitter yang jadi buku kan? Ya, itulah efek social media. Gunain untuk “pamer karya, bukan pamer kehidupan pribadi saja.
Kalau kamu bagus, pasti akan ditemukan. Kalau belum saatnya ditemukan dari penerbit, ya setidaknya dari pembaca kan? Tapi ya gimana jadinya kalau karya nggak pernah dipublikasikan? Insight ini saya dapat dari editor bukunya, MB Winata.
Tentang Kami (Bukan) Jongos Berdasi. Di sesi bedah buku yang didesain seolah “drama” wawancara kerja kemarin, ada insight menarik.
“Jadi pegawai yang berkaryawan atau pegawai yang berkarya? Ya itu pilihan. Tapi tunggu. Intisari dari berkarya itu ya beneran berkarya, bukan keren-kerenan saja.”
Awali dengan Kami (Bukan) Sarjana Kertas. Lanjutkan dengan Kami (Bukan) Jongos Berdasi. Dapatkan di Gramedia seluruh Indonesia. Ada juga di toko buku online lainnya.
Di akhir pertemuan, kami foto bareng. Lalu dia berpesan,
“Terus berkarya @rezky_passionwriter.”
Ya, dia menyebut saya dengan nama akun IG saya. Kalimat sederhana tapi penuh makna.