Jika kamu diberikan pertanyaan, “apa yang kamu cari di dunia ini?” maka apa jawaban yang akan kamu berikan?
Harta yang berlimpah?
Pasangan yang menyenangkan mata?
Status yang dihormati di mana-mana?
Jawaban di atas mungkin terkesan duniawi. Salahkah? Sebenarnya sah-sah saja. Tapi pertanyaannya adalah, apakah benar itu yang dicari? Apakah benar itu tujuan di dunia ini?
Kembali lagi ke #MatrikulasiNAKIndonesia, kali ini akan membahas tadabbur QS Al-Hajj bagian akhir. Dalam videonya, Ustadz Nouman Ali Khan membahas tentang tragedi terbesar manusia. Seperti biasa, saya akan berbagi persepktif dari pemaknaan pribadi. Untuk selengkapnya, selamat menonton video versi lengkapnya.
Dua ayat yang dibahas cukup detail oleh Ustadz Nouman Ali Khan adalah QS Al-Hajj ayat 73 dan 78. Saya lampirkan saja artinya ya.
***
(Si)Apa yang Kita Cari?
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (QS Al-Hajj : 73)
Ayat ini dimulai dengan ya ayyuhannas, bukan ya ayyuhal mu’minuun atau ya ayyuhal kafirun. Yang berarti ayat ini ditujukan untuk seluruh umat manusia. Bukan yang beriman saja, bukan yang kafir saja. Semuanya. Saya yang menulis, dan kamu yang membaca.
Apa yang Allah ingatkan?
Sebuah perumpamaan berupa lalat. Lalat yang tidak bisa kita ciptakan walaupun seluruh manusia bersatu menciptakan. Bahkan bukan hanya menciptakan, merebut apa yang lalat ambil saja kita tidak bisa. Merebut apa yang sudah makhluk kecil ini makan, lalu kita rebut utuh, tidak bisa. Tidak akan pernah bisa.
Allah bandingkan kemampuan kita dengan menciptakan atau merebut apa yang sudah lalat ambil karena kita makhluk yang lemah. Dan lucunya kita yang lemah ini malah menyembah suatu hal yang lemah.
“Lah, aku menyembah Allah kok?”
Betul jika kita memang menyembah Allah. Tapi apakah benar kita “hanya” menyembah Allah? Ada kata “hanya” yang berarti satu-satunya. Karena kalaulah menyembah Allah saja, maka masyarakat jahiliah dulu juga meyembah Allah, tapi ada sembahan lainnya. Mereka mengakui Allah, tapi menyembah yang lainnya. Menduakan Allah yang Maha Kuat, tapi malah menyembah sesembahan yang lemah.
“Lah, aku gak punya sembahan lain kok selain Allah.”
Yakin?
Mungkin memang tidak ada sembahan seperti patung atau jimat. Tapi ada sembahan lain yang tidak sadar kita sembah. Bos yang punya kekuatan, pasangan dengan keindahan fisiknya, harta yang berlimpah, hingga -isme berupa pemikiran yang kita agung-agungkan.
Aku berpikir maka aku ada.
Apakah benar kita ada karena berpikir? Bukankah kita ada karena Allah ciptakan? Betul bahwa jika kita berpikir, maka kita akan lebih mengenali diri. Tapi bukan berarti kita ada karena kita berpikir. Nah, pemikiran yang masuk secara halus ini seringkali menjadi sesembahan tanpa sadar. Ghazwul fikr biasa disebutkan.
Menjadikan hanya Allah sebagai satu-satunya sesembahan adalah yang harusnya kita cari, karena kita begitu lemah. Hingga akhirnya, kita manusia tidak akan menemukan kekuatan hingga belajar mencari Allah. Sudahkah kita benar-benar mencari Allah?
***
(Si)Apa yang Menjadi Saksi?
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (QS Al-Hajj : 78)
Perjalanan kita tidak hanya tentang mencari, tapi memberi bukti. Memberi bukti agar kelak kita bisa bersaksi telah berbuat sesuatu untuk agama ini di hadapan Ilahi.
Setiap dari kta adalah pengemban dakwah dengan porsinya masing-masing. Asatidz dengan jamaahnya, penulis dengan tulisannya, guru dengan muridnya, dan berbagai peran dakwah lainnya. Setiap dari kita punya perannya masing-masing.
“Tapi kan kita lemah, gimana bisa berdakawah?”
Betul bahwa kita lemah. Karena itulah berdakwah akan memberikan kita kekuatan. Allah yang akan memberikan kita kekuatan dengan cara-Nya yang begitu indah untuk masing-masing dari kita. Maka ayat ini harusnya bisa menjadi penguat bagi kita. Bacalah pelan-pelan. Semoga Allah sentuh hati kita dan memberikan kekuatan.
Kita lemah, tapi Allah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Bukankah itu sudah cukup bagi kita? Semoga kelak, apa pun yang kita lakukan di dunia ini bisa menjadi bukti sekaligus saksi bahwa kita layak bertemu dengan Allah. Masuk surga yang Allah siapkan untuk hamba yang beriman. Masuk surga sekeluarga. Semoga Allah pantaskan.
***
Maka tentang pencarian, hanya Allah lah yang kita cari. Tentu bukan fisik Allah, tapi ridho Allah.
Seorang teman pernah memberikan pesan.
Tidak ada yang lebih indah dari ridho Allah.
Faisal Syahri
Jika tidak ada yang lebih indah, maka kenapa kita harus mencari yang lainnya? Cukuplah ridho Allah saja sebaik-baik yang kita cari.
Dan tentang perjalanan kehidupan, kita tidak akan pernah berhenti. Karena kita hanya akan berhenti saat bertemu dengan Allah. Semoga kita bertemu dengan kehadiran yang terbaik. Bertemu membawa “presentasi” terbaik atas apa yang telah kita berikan untuk agama ini.
Semoga benar, hanya Allah yang kita cari.