Jangan Dendam, Jadilah Jalan Kebaikan bagi Mantan

“Aku itu bukan bisa move on. Tapi aku harus move on. Karena kalau nggak move on, aku nggak akan kemana-mana. Disini-sini aja. Kini aku lebih baik dengan pacarku sekarang. Dan itu karena kamu.”

Kutipan diatas adalah potongan pembicaraan film Cinta Brontosaurus karya Raditya Dika. Sebagai penikmat karya dengan makna, saya selalu berusaha untuk mencari pelajaran apa yang bisa didapatkan. Termasuk dari film ini yang mungkin bagi sebagian orang hanya media hiburan.

Baca Juga : 7 Kegiatan Kreatif Malam Minggu

Menjadi lebih baik. Siapa coba yang tidak mau. Bahkan ini adalah sebuah kebutuhan dan keharusan dalam kehidupan. Seperti halnya nasehat bijak. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.

Tapi sayang sekali banyak yang masih mengabaikan pesan ini. Termasuk saya yang menulis ini. Kesungguhan untuk menjadi lebih baik seringkali terkikis oleh rasa nyaman. Terjebak di dalam zona nyaman. Semoga Allah senantiasa memberikan kita kekuatan.

Memang berubah itu tidak mudah. Tapi bukan berarti tidak bisa. Pasti bisa, sangat bisa. Dan akan sangat memungkinkan jika berubah itu dilakukan secara berjamaah. Berubah bersama-sama. Lihat saja di kehidupan anak muda sekarang. Alhamdulillah ada banyak komunitas kebaikan yang mengajak diri untuk lebih baik.

Baca Juga : Penerapan Cirlce Principle dalam Membangun Komunitas yang Membawa Perubahan

Berani Berhijrah, Peduli Jilbab, Jomblo Mulia, Muda Berdakwah, dan lain sebagainya dengan nama yang tak kalah menarik. Mungkin perlu ditambah, Barisan Para Mantan. Komunitas yang tergerak karena adanya judgement mantan itu patut disalahkan. Lalu mereka pun bersatu dan membuktikan bahwa judgement itu keliru. Hmm, ide yang menarik dan kocak.

Berubah berjamaah. Ini yang penting untuk dilakukan. Karena hal seperti inilah yang menjadikan lebih banyak orang untuk berubah serta menguatkan mereka. Termasuk saya yang masih berusaha untuk jadi lebih baik.

Tapi ada pertanyaan menarik yang layak untuk dimaknai. Bisakah kita merubah seseorang?

Mungkin akan banyak orang yang menjawab dengan percaya diri

“Tentu saja bisa. Selagi kita berkemauan, pasti ada jalan untuk mengubah seseorang”

Benarkah?

Pada awalnya saya mempercayai ini. Tapi perlahan mulai memaknai kembali bahwa sebenarnya kita tidak punya kekuasaan untuk merubah seseorang. Coba lihat saja di seminar-seminar, bisakah motivator merubah peserta seminarnya? Jawabannya mungkin bisa. Bisa hanya untuk beberapa hari. Lantas hari kemudiannya lebih banyak orang yang kembali ke semula. Dan yang berhasil benar-benar berubah adalah mereka yang berkemauan kuat.

Tapi tunggu dulu. Ada kekuatan besar di balik orang-orang yang benar-benar berubah tersebut. Bukan karena manusia. Bukan karena motivator yang menyampaikan motivasi di seminar. Tapi semata-mata karena Allah. Karena merubah seseorang adalah hak prerogatif Allah. Mutlak keputusan Allah. Bukan karena manusia.

Disinilah hidayah harus dimaknai kembali. Siapapun sangat bisa menjadi jalan hidayah. Maka janganlah rendah diri mengatakan aku tidak bisa apa-apa. Sekali lagi, hidayah itu memang mutlak milik Allah. Tapi kita sebagai manusia harus bisa menjadi jalan hidayah untuk orang lain. Dan juga pastinya harus bisa menjemput hidayah untuk diri sendiri.

Hidayah itu juga seringkali disalahmaknai bahwa hidayah itu datang sendiri. Nah ini nih keliru. Ilustrasinya seperti ini.

Ketika terjebak dalam ruangan yang gelap lalu kita melihat ada sedikit sinar cahaya yang masuk dari celah pintu. Untuk mendapatkan cahaya yang lebih besar, tentunya kita harus bergerak membuka pintu tersebut. Nah begitulah seharusnya hidayah. Bergerak untuk dijemput, bukan ditunggu.

Begitu pula dengan kita sebagai manusia. Jadilah jalan hidayah bagi orang lain. Tapi jangan sampai memaksakan diri agar bisa menjadi sang pengubah. Karena ingat sekali lagi, perubahan dan hidayah adalah mutlak milik Allah. Kita hanya bisa menjadi jalan. Pun jika nanti ada yang berubah karena kita, tak perlu mengungkit jasa kepada mereka. Bersikaplah biasa saja. Karena dalam jalan menemukan hidayah, ada banyak momen-momen yang membuat seseorang berubah. Bukan karena momen tunggal saja.

Misalkan saja pasangan muda mudi yang pacaran. Suatu hari salah seorang dari mereka mendapatkan link video tausiyah tentang dosa pacaran.  Mereka mulai tergerak. Lalu salah seorang dari mereka mendatangi teman lain untuk diskusi. Di dalam kamar, dia menemukan sebuah buku. Dibaca dan semakin tergerak. Teman lainnya pun melihat niat mereka yang ingin berhijrah. Lalu diajaklah untuk mengikuti berbagai kajian. Dan akhirnya memberanikan diri untuk memutuskan hubungan pacaran.

Lihatlah kembali. Ada banyak serpihan jalan hidayah yang mereka alami. Bukan hanya karena seorang teman yang mengirimkan link video. Bukan hanya karena teman yang di kamarnya ada buku. Bukan hanya karena ajakan teman untuk ikut kajian. Bisa jadi mereka semua adalah orang yang berbeda. Tapi Allah lah yang memiliki skenario indah sehingga kejadian itu bisa terhubung menjadi satu. Sehingga dia pun bisa berubah. Maka jadilah bagian dari skenario indah itu. Jadilah pemicu perubahan.

Memang tak mudah menjadi pemicu perubahan. Tak mudah menjadi bagian dari jalan kebaikan banyak orang. Seringkali niat pun tak lagi lurus. Ingin dipuji, ingin disebut namanya. Bahkan malah salah meletakkan posisi diri bahwa sesungguhnya manusialah yang berhak untuk mengubah. Kita lupa bahwa Allah lah yang mengubah hati seseorang. Astaghfirullah.

Pun bagi kita yang perlahan sudah mulai hijrah, ajaklah yang lainnya untuk lebih baik bersama. Jangan berpuas diri hanya menjadi objek perubahan orang lain. Ambil bagian dari perubahan banyak orang. Apakah dengan tulisan, lisan, kegiatan, video, komik, nasehat, atau paling tidak doa.

Mungkin ada rasa lelah yang dirasakan. Atau bahkan rasa putus asa ketika tidak ada yang berubah karena kita. Lalu akhirnya kita berdiam diri dan berhenti. Hei, itu keliru!

Saya pernah bertanya dengan seorang ustad. Lebih kurang seperti inilah nasehatnya :

“Ustad, saya ini menulis. Tapi terkadang melihat tidak ada yang berubah, atau bahkan lebih banyak keburukan yang melawan kebaikan, saya jadi rendah diri dan merasa sia-sia”

“Akhi, saya ini menulis. Saya juga berdakwah dimana-mana. Kalaulah hanya karena itu lalu saya berhenti, maka rugilah saya. Niatkan hanya untuk Allah. Karena tugas kita adalah menyampaikan”

Baca Juga : Untuk Siapa Kamu Berbuat

Benar juga. Seringkali karena hal semacam ini kita berhenti. Padalah Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Dia tahu apa yang kita perbuat. Dan Dia tahu saat yang tepat. Maka sudah seharusnyalah kita selalu memohon doa kepada Allah agar diberikan kekuatan dan keistiqomahan dalam jalan kebaikan.

Termasuk dengan mantan. Seringkali adegan putus dalam pacaran menjadikan hubungan silaturahmi pun putus. Ada saja banyak alasan pembenaran. Bisa jadi karena alasan :

“Maaf kamu terlalu baik buat aku”

“Maaf aku lebih sayang dengan mantanku yang dulu”

“Maaf aku akan S2 jauh dari kamu. Aku nggak bisa LDR. Kita putus aja ya”

Ya ada banyak alasan yang mungkin lebih menyakitkan dan mungkin kamu mengalami. Bisa jadi.

Apapun yang terjadi jika kita sudah sakit hati, menjadi baik akan sulit dilakukan. Berbuat baik yang benar-benar baik akan terhindari. Karena ada saja bisikan halus “untuk apa buat baik, toh dia udah buat jahat sama kamu”. Pernah dengar? Atau malah kita yang menghembuskan bisikan halus ini. Duh, hati-hati. Bisa jadi kita sedang bersekongkol dengan setan. Ngeri.

Berbuat baik karena memang sudah seharusnya berbuat baik. Bukan karena ingin dibilang baik. Bukan karena ingin dibalas kebaikan oleh orang yang sama. Sulit memang. Tapi harus dibiasakan. Anak muda terutama. Disaat jiwa labilnya masih menguasai, apapun yang dianggap benar walaupun salah mudah sekali dilakukan. Walaupun sebenarnya itu keliru.

Berbuat baik kepada mantan sebenarnya bisa jadi tantangan. Bukan dengan harapan untuk balikan. Bukan. Melainkan karena berbuat baik memang sudah seharusnya dilakukan. Persoalan balikan apa tidak itu urusan belakangan. Allah yang mengatur.

Berbuat baiklah karena memang itu yang harus dilakukan. Bukan dengan berbagai modus. Bukan karena mengharap dinilai baik. Luruskan saja niatmu. Berharaplah pada Allah yang maha menguasai hati. Karena bagaimana mungkin bisa menjaga hati jika sang pemilik hati tidak didekati?

Baca Juga : 7+1 Cara Menjaga Hati

***

Tulisan ini adalah bagian dari buku terbaru saya dengan tema Jomblo, Mantan, dan Masa Depan. Mohon doanya agar segalanya dilancarkan ya 😀

Keep writing, always inspiring!

Rezky Firmansyah
Passion Writer
Fouder Passion Writing Academy

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *