Analisis Langit Musibah Banjir dan Kabut Asap di Serambi Mekah, Kampar, Riau

“Kampar ini rawan. Jika musim hujan banjir, dan jika musim kemarau kabut asap” (Letkol Kav Yudi Prasetio – Dandim Kampar)

Pernyataan yang muncul di TV One tadi cukup menyedihkan. Karena dua musibah tersebut terjadi dalam waktu 1 tahun belakangan. Mungkin kabut asap memang musibah tahunan. Sedangkan banjir tidak sama sekali. Hanya terjadi sesekali dan itupun di beberapa titik tertentu. Tapi berbeda dengan tahun ini. Kabut asap menyerang Kampar lebih parah. Begitu pula dengan banjir yang katanya mencapai leher orang dewasa.

Sebagai anak daerah yang sedang merantau Kota Pahlawan, tentu saja kabar ini menjadi kesedihan tersendiri. Memang saya pribadi tidak merasakan hal tersebut. Tapi tentu tidak bisa melepaskan begitu saja empati terhadap kampung halaman.

Siang tadi, saya sempat menelpon ibunda yang berada di kampung halaman. Menanyakan kabar dan basa basi biasa. Memang rumah saya tidak terkena serangan banjir karena lokasi yang cukup jauh dari sungai. Tapi ternyata kabar belum berakhir :

“Rumah Cik Asiah setinggi pinggang. Tapi rumah Etek Zurni sekaki. Kalau rumah Nenek Anggun cuma diteras aja. Soalnya pondasi rumahnya agak tinggi”

Keluarga inti mungkin tidak masalah. Tapi sanak saudara di seberang adalah masalah. Sebagai gambaran, saya tinggal di Bangkinang. Di tengah kota kecil ini ada sungai besar yang dinamakan Sungai Kampar. Sungai ini memisahkan Bangkinang menjadi dua bagian. Bangkinang Kota dan Bangkinang Seberang. Nah sanak saudara dari ibu banyak tinggal Bangkinang Seberang.

Banyak analisa masuk akal mengenai banjir ini. Mulai dari hujan lebat terus menerus, banjir kiriman dari Sumatera Barat hingga pintu PLTA Koto Panjang yang harus buka. Bahkan kata ibu saya banjir ini merupakan banjir terparah sejak 1978. Sedangkan di tahun tersebut belum ada PLTA Koto Panjang. Sehingga diperkirakan banjir 2016 ini lebih parah dibandingkan 1978. Kenapa ini bisa terjadi?

“Analisa bumi” mungkin sudah terlalu biasa untuk melihat masalah. Tapi kali ini saya akan melihat melalui “analisa langit”. Apa yang salah di Riau, khususnya Kampar ini? Mengapa dalam 1 tahun 2 musibah besar bisa melanda? Kabut asap dan banjir. Bukankah seharusnya hujan dan panas matahari menjadi berkah bagi penduduk bumi? Lalu kenapa kali ini malah sebaliknya?

Baca juga : 18 Tahun Kabut Asap, Antara Peringatan dan Kebodohan yang Belum Tersadarkan

Tanah Melayu Riau yang saya cintai ini merupakan pusat kebudayaan Melayu di Indonesia. Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa Melayu identik dengan ciri khas Islam. Banyak hal yang bisa membuktikan itu. Ditambah lagi Kampar. Walaupun ada sedikit perbedaan budaya, tapi tetap memiliki esensi yang sama. Entah dari mana asal usulnya Kampar ini dijuluki Serambi Mekah. Jujur saya pun belum bisa memaklumi. Mungkin beberapa alasan yang masuk akal :

  • Banyaknya ulama lulusan Saudi
  • Seragam hari Jumat menggunakan busana Melayu
  • Bupati “berjubah”

Analisa menarik ada di poin terakhir. Bupati berjubah. Mari bercerita sedikit ke masa lalu. Karena ada kekeliruan masa lalu yang layak dijadikan pelajaran di masa depan. Saya ingat di tahun 2003/2004. Masa-masa saya masih SD kelas 4. Suatu hari seluruh sekolah di Bangkinang mendadak libur. Setelah diusut ternyata seluruh guru di Kampar, khususnya Bangkinang demo besar-besaran ke kantor Bupati. Permasalahannya adalah “tokoh guru” direndahkan oleh sang Bupati. Sehingga muncullah aksi ini. Di lapangan, ada 2 tokoh yang tampil di depan untuk menjalankan aksi ini. Singkat cerita, bupati dilengserkan dari kursi empuknya dan digantikan oleh wakil. Bupati baru pun baru bisa terpilih di tahun 2006/2007. Tapi yang membuat kisah ini menarik adalah program bupati berjubah yang “berhasil” mendirikan Islamic Centre di Kabupaten Kampar. Walaupun Islamic Centre ini resmi bisa dipakai tahun 2008/2009. Dan sebagai rasa terima kasih, bupati terdahulu sempat hadir untuk meresmikannya. Ohya sebagai catatan. Bupati yang dilengserkan tidak maju sebagai calon bupati periode berikutnya.

Melompat ke tahun 2011 akhir. Pemilihan bupati baru pun bergulir. Sebenarnya ini adalah kesempatan pertama saya untuk menggunakan hak suara. Tapi kehendak Allah menunda dan membawa saya ke Indonesian Student Leadership Camp of University Indonesia 2011. Training bagi 100 ketua OSIS terpilih se-Indonesia. Dan saya 1 dari 100 orang itu. Ehem.

Singkatnya, pemilihan bupati pun usai. Dan uniknya yang terpilih menjadi bupati adalah bupati yang sudah dilengserkan oleh guru di tahun 2004. Luar biasa cerdas. Alasan masyarakat pada umumnya adalah “sekarang beliau sudah berubah. Sudah berjubah”. Dan yang lebih uniknya, bupati incumbent yang gagal melanjutkan malah masuk bui. Menyusul Gubernur Riau yang terjerat kasus korupsi illegal logging. Catatan tambahan, beliau melanjutkan “kesuksesan” gubernur terdahulu yang juga masuk bui dengan kasus berbeda. Dan “kesuksesan” tersebut pun dilanjutkan oleh gubernur selanjutnya yang baru terpilih 2013 dan masuk bui 2015. Hattrick masuk bui untuk Bumi Melayu yang katanya identik Islam. Dan lagi-lagi hak suara saya tidak tersalurkan karena merantau di Surabaya.

Roda pemerintahan bupati terpilih dijalani selama 1 periode yang dikuasai penuh oleh bupati tanpa sosok fisik wakil bupati. Secara status memang wakil bupati masih ada. Tapi rumah dinas sepi. Dimana-mana hanya ada foto sosok tunggal bupati dan sesekali sahabat pejabat penjilat. Dan itu berarti wakil bupatinya? Ya kamu tahu jawabannya.

Kini sudah memasuki 2016. Tahun depan, sudah saatnya kursi empuk bupati digantikan. Prestasi masa lalu dan strategi masa depan tidak terlupakan. Bermula dari prestasi. Program kampung teknologi di Kampung Telo mampu menghidupkan harapan masyarakat desa secara semu. Program Subuh Jumat di mesjid bagi pejabat mampu mencerminkan sosok bupati yang taat. Lelang jabatan kepala dinas untuk pemerintahan lebih baik pun dibuka dengan syarat setoran puluhan hingga ratusan juta Rupiah. Pembangunan hotel dan taman di Kampar mulai tumbuh di “Kerajaan Kubang” Tiga Dara. Perayaan Hari Ibu dengan lomba masak mengharuskan bapak kepala dinas menggunakan duster dan make up ibu-ibu atau didiskualifikasi dari jabatan. Banyak prestasi menarik yang memancing murka Sang Pencipta. Ditambah lagi baliho besar di taman kota dengan tulisan “Zona Integritas Anti Korupsi”. Lalu bagaimana strategi di masa depan? Tenang saja. Kampar membutuhkan pemimpin muda. Tidak lain sosok Son of Bupati Berjubah. Masih ada 1 tahun lagi. Lihat saja apa yang terjadi.

Mulai menangkap apa penyebab 2 musibah besar dalam 1 tahun ini? Mungkin banyak sosok kritis dengan analisa seolah-olah logis memberikan alasan ini itu. Tapi coba renungkan kembali. Bagaimana mungkin kota yang dulunya aman bisa berubah menjadi rawan. Bagaimana mungkin propinsi yang titik bencananya dari luar tapi “mengalir” ke propinsi ini? Banjir kiriman dari Sumatera Barat dan asap kiriman dari Sumatera Selatan. Bagaimana bisa?

Allah sudah memberikan peringatan dan kini apakah kita hanya terdiam dan bertahan? Apakah pantas hanya menyalahkan sosok pemimpin ideal tanpa perubahan dari rakyat yang dipimpin? Tentu tidak ada pembenaran lebih baik pemimpin kafir tapi tidak korupsi dibandingkan pemimpin muslim tapi korupsi. Tidak bisa diterima. Islam sudah memberikan solusi berabad-abad yang lalu hanya saja kita enggan percaya. Rakyat di zaman Umar bin Khattab bisa sejahtera karena kualitasnya adalah Ali bin Abi Thalib. Sedangkan rakyat di zaman Ali bin Abi Thalib menderita karena kualitasnya adalah?

Satu kalimat beberapa hari yang lalu dan itu sangat membuat hati ini malu. Satu kalimat dari Public Speaker nasional yang tidak mencantumkan gelar diantara semua pembicara yang mencantumkan gelar ketika mengisi acara di  Islamic Leadership Academy dari Young  Islamic Leader :

“Bertemu dengan para  generasi muda yang memiliki visi akhirat

Visi akhirat. Inilah yang kerap kali luput dari diri kita. Apakah visi akhirat adalah melupakan dunia dan berfokus pada akhirat? Jikalau benar seperti itu bolehkah kita membiarkan penderitaan rakyat dan kita berdiam diri di rumah ibadah untuk sholat?

Visi akhirat. Memberikan makna dalam setiap detik kehidupan. Berkontribusi dengan apa yang dia miliki untuk tujuan dan visi yang jauh di depan. Sebuah kejayaan umat dengan pergerakan. Bukan diam dan mengeluhkan keadaan, tapi melakukan sesuatu untuk perubahan. Lantas sekarang, apa yang bisa kita lakukan?

“Barangsiapa di kalangan kamu melihat kemungkaran hendaklah mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lidahnya. Dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya dan demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim dan Ahmad)

Allah memberikan kita kuasa untuk melakukan perubahan secara masif. Allah memberikan kita pikiran untuk melakukan perubahan melalui lisan dan tulisan. Allah juga memberikan hati untuk berdoa dan melakukan perubahan dalam diam. Dan jika dengan semua pemberian Allah itu kita tetap diam dan mengabaikan kemungkaran, masih layakkah diri ini mengaku Muslim dengan visi akhirat?

***

Tunjukkan aksi nyata kita untuk korban banjir di Riau. Ada banyak lembaga yang siap membantu untuk menyalurkan bantuan. Disini saya menyambung informasi dari Forum Indonesia Muda. Kirimkan donasi ke Bank Mandiri : 900-00-2845655-7 atas nama Yudi M atau Bank BRI : 7010-01-006539-53-4 atas nama Indra Gunawan. CP melalui Whatsapp 085376630254

FIM Riau Peduli Banjir

One thought on “Analisis Langit Musibah Banjir dan Kabut Asap di Serambi Mekah, Kampar, Riau

  1. Seharusnya dengan bencana banjir dan kabut asap ini bisa mmmenjadi pelajarane serta membuat para pemimpin” kita sadar..
    Semoga lahir pemimpin di kampar yg benar” ingin berbuat dan mencintai negerinya seperti halnya bapak RK di Kota Bandung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *