“Pernah gak sih setiap hari ada yang gak kita complain? Saya yakin tidak ada. Seolah-olah complain menjadi ibadah dalam agama yang setiap hari selalu dilakukan. Tapi ternyata dari complain-lah ide dimulai. So create something from complain!”
Opening statement yang keren dari guest speaker di mata kuliah kali ini. Davin Wayne Ika, founder dari Kurio. Ah kamu bisa membaca siapa dia dari internet. Kali ini saya akan menceritakan apa yang tidak kamu dapatkan dari internet. Tentu saja, sedikit dari apa yang disampaikannya pada kuliah kali ini. Karena apa yang dia sampaikan tidak akan cukup dalam satu tulisan. 😀
Start with complain, sebuah cara pikir yang kreatif di zaman serba bad news everywhere. Hmm, ini hanya soal permainan media. Karena sesungguhnya, ada banyak Good News From Indonesia yang jarang sekali terpublikasikan. Dan kita juga perlu hati-hati, karena bisa jadi good news adalah pencitraan. Ya hati hati aja.
Complain adalah sebuah aksi dimana akan memberikan dua reaksi yang berbeda. Keluhan lalu pesimis atau solusi lalu optimis. Saya ingin mengulang kembali kutipan dari buku Indiepreneur karya Pandji Pragiwaksono dengan sedikit perubahan :
Ada sebuah pengelompokan yang menarik tentang pemuda masa kini beserta angka yang mereka miliki. Mereka yang peduli bernilai satu. Mereka yang apatis bernilai nol. Dan mereka yang pesimis bernilai minus satu. Mereka yang apatis tidak akan mempengaruhi apa-apa. Tetapi mereka yang pesimis akan mempengaruhi mereka yang lain. Tapi tentu kita bisa memilih menjadi optimis agar pengaruh yang kita berikan bernilai kemajuan.
Mari kita bahas 3 golongan diatas :
Golongan pertama, pemuda golongan minus satu adalah yang melihat sesuatu untuk di-complain lalu pesimis. Ya sudah begitu banyak orang seperti ini. Kenapa tidak memulai untuk create something dan memberikan solusi. Karena kalau hanya complain, gak perlu kuliah.
Golongan kedua, pemuda golongan nol. Hidup tanpa tujuan dan menjalani hari meaningless. Senin-Jumat kuliah dan kerja, hibernasi di hari Sabtu dan Minggu lalu mengulangi siklus yang sama. Ada ataupun tidak ada, tidak ada bedanya.
Golongan ketiga, pemuda golongan satu. Melihat sesuatu yang patut di-complain lalu mencari solusi untuk optimis. Kamukah ini? Saya harap iya.
“Loh Rez, bukankah complain itu baik. Kita gak boleh dong membiarkan negeri ini dikuasi oleh pemimpin yang mengkinati rakyatnya”
Ya tentu complain itu baik. Yang patut diperbaiki adalah reaksi dari complain. Mencari solusi untuk optimis atau mengeluh lalu pesimis. Tentu saja butuh latihan untuk mampu complain dan mendapatkan ide. Nah untuk latihan itu, saya ingin menanyakakan kepada kamu yang membaca tulisan ini. Dimana tempat yang paling berharga di dunia ini?
“USA dengan banyak perkantoran penting?”
“Kilang minyak Arab Saudi?”
“Tanah air Indonesia?”
Bisa jadi itulah jawaban yang terpikirkan. Tapi tempat yang paling berharga di dunia adalah apa yang kita miliki sekarang. Yap diri sendiri. Saking berharganya tidak ada orang normal yang ingin mengorbankan sepotong jari tangan untuk nilai yang tidak masuk akal. Ya mungkin dari kamu ada yang tidak setuju. Karena dua faktor : teman yang salah dan lingkungan yang salah.
Mencari teman yang salah tidak akan membantu kamu untuk menjadikan complain dan menjadikannya solusi. Dia hanya akan memberikan masukan “untuk apa kamu capek-capek lakuin itu. Toh gak ada kepastian berhasil kan?”. Sedangkan teman yang baik akan berkata “aku lihat kamu punya kemampuan untuk itu deh. Kenapa kamu gak mulai untuk melakukan sesuatu”. See that? Ada 2 jawaban yang berbeda.
Lingkungan yang salah juga berpengaruh. Besar di lingkungan apatis akan menjadikan kamu apatis. Apalagi pesimis. Mungkin ada yang menjawab “yang penting kan diri ini kuat”. Ya bisa jadi. Tapi percayalah, hanya besar di lingkungan tersebut sedikit banyaknya akan berpengaruh dengan kemampuan untuk complain lalu menemukan ide. Maka butuh lingkungan penyeimbang untuk menumbuhkan harapan akan sebuah kejayaan.
Complain-lah dan create something. Atau bahkan juga start from nothing. Karena banyak ide yang tidak dianggap mampu menjadi solusi karena adanya realisasi. Realisasi, ini yang paling penting. Mungkin akan sulit untuk memulainya. Tapi tanpa memulai tidak akan ada garis akhir yang akan dicapai.
Kopi yang nikmat butuh panas dan tekanan. Sedangkan kopi yang hanya langsung diminum tanpa adanya proses tidak akan nikmat. Begitu pula akan sebuah perjuangan membangun harapan. Akan ada panas dan tekanan yang kita rasakan. Tak masalah. Kita hanya perlu complain dan create something.
Good News From Indonesia hadir dari complain yang melihat begitu banyak media mainstream memberikan berita negatif
Go-Jek dimulai dari complain atas akses transporasi yang susah dan malas keluar rumah untuk delivery order
Passion Writing Academy hadir dari complain yang mengatakan menulis itu susah, butuh bakat dan alasan lainnya.
Nah kamu, complain apa dan mau create apa? Start from complain and create something
Keep writing, always inspiring!
Rezky Firmansyah
Founder Passion Writing
Penulis buku tersebar di 5 benua
Mau diskusi asik bahas soal Kepenulisan Passion Kepemudaan? Yuk invite 76B4BF69/085363949899 dan juga follow @rezky_rf9
Kamu merasakan manfaat dari tulisan ini? Tulis comment dan klik tombol share di bagian kiri
0 thoughts on “Start from Complain and Create Something (Hari ke 20 #30DWC)”