Malam itu saya bahagia dan bersyukur banget. Pemicunya hal sederhana. Kuis dadakan yang diadakan oleh @mumusalim di grup Forum Alumni Sekolah Pemikiran Islam. Pemenang kuisnya dapat hadiah buku dari @PedagangBaik.
Apa yang membuat saya tertarik? Karena hadiah buku? Nggak sih. Malah awalnya saya tidak tertarik sama sekali karena dikirim 3 gambar dengan tulisan ‘aneh’ yang harus ditransliterasikan. Saya kira itu tulisan Arab gundul seperti halnya kitab kuning. Saya yang tidak pernah mondok di pesantren wajar saja tidak bisa. Tapi entah kenapa ada yang menarik saya untuk membaca baik-baik gambar yang dikirim ke grup. Ternyata itu bukan tulisan Arab gundul, tapi Arab Melayu. Saya baca dong perlahan. Alhamdulilah masih bisa.
Saya tidak dapat hadiah karena telat. Udah keduluan sama yang lain sih. Walaupun begitu, saya bahagia banget bisa membaca 3 halaman dengan baik. Pertanyaannya, kok bisa? Belajar darimana?
Saya berasal dari Riau. Sewajarnya keturunan Melayu, seharusnya bisa baca tulisan Arab Melayu. Tidak ada kewajiban sebenarnya. Tapi semasa SD, saya belajar Arab Melayu. Itu masa SD loh. Lebih dari separuh usia saya saat ini. Tapi kenapa masih bisa padahal tidak pernah diulang-ulang?
Berpindah sedikit ke contoh lain.
Dulu pas masa SMP dan SMA, saya bisa dan terbiasa lari. Bukan hanya lari pagi, tapi lari di siang hari pun saya jalani. Iya, di siang bolong. Di track lari lapangan sepakbola. Saya bisa, terbiasa, dan tidak mengeluh. Tapi memasuki masa kuliah hingga kini, saya tidak lakukan lagi. Efeknya, ketika main futsal atau olahraga lain gampang ngos-ngosan. Dan itu terjadi berkali-kali.
Tapi ada yang aneh. Seminggu sebelum AQL CUP yang diadakan oleh @AQLIslamicCenter saya rajin lari pagi. Hanya lari pagi loh ya, bukan lari siang. Tidak sebanding sih. Tapi hanya karena latihan kecil ini, stamina saya mengalami peningkatan yang cukup baik. Yang awalnya lari jogging track 10 keliling kecapekan, di lari selanjutnya malah terasa mudah. Pas turnamen, terasa sih emang capeknya. Tapi tidak capek-capek banget.
Baca Arab Melayu terakhir kelas 6 SD. Kini, masih bisa.
Lari siang hari dimulai pas SMP. Kini, setidaknya masih kuat lari.
Coba ingat-ingat lagi, potensi apa yang dulu dilakukan tapi sekarang kamu tinggalkan? Alasan meninggalkannya mungkin bermacam-macam. Tidak menghasilkan uang, tidak relevan dengan usia sekarang, bosan, atau alasan lainnya. Tapi coba deh kamu lakukan sekarang. Apakah potensi itu benar-benar hilang?
Sama sekali tidak. Potensi itu tidak hilang. Potensi itu hanya terpendam oleh berbagai hal lain. Dan ketika ingin memulai kembali potensi itu, kamu tidak benar-benar mulai dari nol. Bisa jadi mulai dari angka 3-5 dari skala 10.
Coba deh sesekali jeda sejenak dari kesibukan kekinian. Mengejar yang tidak pasti, yang bisa jadi itu bukanlah mimpi dari hati nurani. Coba kembali tanyakan pada diri, mimpi yang selama ini dipendam tapi terpengaruh oleh bisikan kanan kiri.
Saya meyakini track kehidupan manusia tidak selamanya lurus ke depan. Kadang berbelok ke kiri, kadang ke kanan. Bahkan mundur ke belakang. Tapi pastikan kita tidak pernah berhenti apalagi menyerah. Istirahat sah-sah saja. Tapi keluar dari track yang sudah yakin untuk dipilih, tentu itu bukan pilihan.
Coba tanyakan lagi, apa potensi di masa lalu tapi mulai kamu tinggalkan? Coba bangkitkan kembali, bisa jadi itu adalah jawaban yang selama ini kamu cari kan?
Keep writing and inspiring!