Berbicara tentang puasa Ramadan, di dalam Al-Quran pembahasannya detail di Surah Al-Baqarah ayat 183-187. Kecuali di ayat 186 yang membahasnya secara tidak langsung. Saya bahas di tulisan lainnya tentang Ramadan yang Tidak Ideal, Bagaimana Kita Menghadapinya?
Mari bicarakan makna dari ayat 183 saja. Saya akan me-review insight yang didapatkan dari video berjudul “Mengapa Muslim Berpuasa Ramadan?” yang disampaikan oleh Nouman Ali Khan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS Al-Baqarah : 183)
Ayat pembuka yang membahas tentang puasa. Mari lihat ujung ayatnya. Ada kata la’alla yang disampaikan sebagai tujuan dari puasa Ramadan.
La’alla adalah tujuan, tapi masih pada tahap “semoga” atau “harapannya”. Adanya kemungkinan tanpa kepastian. Kemungkinan apa? Menjadi hamba yang bertaqwa.
Dengan kata lain, “aku berikan ini kepada kalian untuk tujuan ini.” Dan kedua, semoga kalian mencapai tujuan ini
(Nouman Ali Khan: 2:22-2:25)
Taqwa itu sendiri apa?
Jika kita benar-benar menyimak nasihat pembuka ketika khatib Jumat, biasanya selalu berulang QS Ali-Imran ayat 102 yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
Kata bertaqwa selalu diulangi. Tapi apa makna taqwa itu sendiri?
Disampaikan oleh Nouman Ali Khan dalam video tersebut, taqwa adalah keinginan untuk melindungi diri sendiri. Melindungi dari apa? Dari segala yang Allah larang dan memastikan kita berada pada track yang benar. Melaukukan apa yang Allah cintai.
Tapi melindungi diri sendiri ini tidak akan bisa kita capai hanya bermodalkan kekuatan kita sendiri. Karena itulah kita meminta kepada Allah agar Allah melindungi kita. Dan Allah berikan jawabannya dengan puasa. Maka berpuasalah agar kita menjadi hamba yang bertaqwa. Harapannya begitu.
Penting juga bagi kita untuk bisa melindungi agar tidak mengecewakan. Mengecewakan siapa? Allah, Rasulullah SAW dan diri sendiri.
Memang Allah tidak akan rugi jika kita mau bermaksiat atau beramal shalih. Rasulullah SAW pun tidak rugi jika kita bermaksiat atau beramal shalih. Tapi masa sih kita tega?
Perumpamaannya begini saja.
Jika suatu waktu kita pernah dibantu oleh teman dekat di saat butuh-butuhnya, pasti dong kita berterima kasih kepadanya. Ada rasa hutang budi kepadanya. Sebagai orang yang berhutang, pantaskah kita mengecewakan seorang teman tadi? Seharusnya kan tidak. Begitu pula kepada Allah dan Rasulullah SAW.
Allah sudah memberikan segalanya kepada kita. Pantaskah kita mengewakan-Nya?
Rasulullah SAW sudah menunjukkan kita jalan terang. Pantaskah kita mengecewakannya?
Begitu pula dengan diri sendiri. Pantaskah kita mengecewakan diri sendiri atas segala yang telah diberikan? Konteksnya dalam Ramadan adalah, saat sudah diberikan banyak peluang emas tapi tidak dimanfaatkan. Kecewa kan? Nah begitu pula kesempatan emas di Ramadan ini. Jangan sampai mengecewakan di akhir Ramadan.
Siapa pun kita, pasti selama berpuasa akan merasakan haus dan lapar. Fisik kita bisa merasakan. Ya fitrahnya begitu. Tidak makan dna minum lebih kurang 12 jam, ya memang begitu. Tantangannya adalah bagaimana menahan rasa haus dan lapar.
Secara fisik kita merasakan. Tapi siapa yang mengendalikan rasa lapar dan haus? Hati. Hati yang merasakan dan mengendalikan.
Saat kita lapar dan ingin makan, hati akan memgirim sinyal agar tidak makan. Saat haus dan ingin minum pun sama. Hati akan mengirim sinyal agar tidak minum. Termasuk atas segala hal yang dilarang selama berpuasa. Bahkan saat tidak berpuasa pun hati kita bisa berbisik dan mengirimkan sinyal bahwa suatu hal salah atau benar. Hanya saja ketika berpuasa, sinyal itu akan terasa lebih kuat. Hati yang mengendalikan dan memerintahkan.
Ramadan adalah tentang pertarungan hati.
Hati kita akan bergejolak, bertarung, berjuang sehingga badan kita patuh. Tangan, kaki, maka, telinga dan segala panca indera lainnya. Hati akan mengirimkan sinyal “kamu tidak seperti itu” saat hendak bermaksiat. Hanya saja sekuat apa sinyal itu kita rasakan dan dengarkan?
Ramadan adalah latihan tentang pertarungan hati. Agar kelak seusai Ramadan kita pun siap untuk terjun ke lapangan dan bertarung yang sebenarnya. Harapannya, kita bisa memenangkan pertarungan tersebut. Pertarungan hati untuk mencapai sebuah tujuan, yaitu hamba yang bertaqwa.
Bisakah kita? Semoga Allah mampukan. Insyaallah.
#MatrikulasiNAKIndonesia @nakindonesia