Menulis Buku Minimal Harus Berapa Halaman?

“Menulis buku itu minimalnya harus berapa halaman sih?”

Pertanyaan serupa yang seringkali saya dapatkan perihal menulis buku. Sekian kali bertanya, jawaban saya lebih kurang sama. Tergantung. Iya, tergantung. Karena memang jawabannya tidak pasti.

Kok tergantung?

Coba deh main ke toko buku. Lihat salah satu buku. Ada berapa halaman? Atau lihat di lemari rumah. Pilih sembarang buku. Ada berapa halaman? Atau datang ke perpustakaan. Dari sekian banyak buku yang sudah terkategorisasi, cari buku dengan topik yang paling menarik. Lihat, ada berapa halaman? Nah, dari tiga “riset” yang dilakukan, sudahkah menemukan jawaban pasti? Tidak ada kan? Karena memang jawabannya se-tergantung itu.

Jawaban tergantung memang tidak memuaskan. Namun setidaknya ada beberapa faktor yang bisa jadi pertimbangan agar kamu bisa memutuskan, berapa halaman yang harus dituliskan untuk menyelesaikan sebuah buku. Apa saja?

  1. Standar Penerbit

Setiap penerbit punya standarnya masing-masing yang disertai dengan format dan jumlah halaman. Ada yang mensyaratkan minimal 65 halaman A4, ada juga yang minimal 80 halaman. Itu minimal. Maksimal berapa? Tidak ada jawaban pasti juga. Namun sebagai gambaran saja. Bagi penerbit indie yang mengharuskan penulis untuk mencetak dengan biaya mandiri, semakin banyak jumlah halaman, maka semakin mahal pula harga cetaknya.  Untuk informasi lebih detail terkait ini, silakan baca di website penerbit saja. Tulis nama penerbit di Google, lalu baca syarat dan ketentuan pengiriman naskah.

  1. Ketercapaian Tujuan

Standar penerbit adalah faktor eksternal dari penulis. Faktor internal tentu saja tidak kalah penting. Salah satunya ketercapaian tujuan dari buku yang dituliskan. Jangan sampai karena khawatir dengan mahalnya harga cetak, penulis malah menulis dengan jumlah halaman yang sedikit. Sayang sekali rasanya. Jangan membuat pesan dari tulisan tersebut tergantung. Kecuali jika memang sengaja membuat edisi bersambung. Ada volume selanjutnya. Namun walaupun begitu, pastikan juga pesannya “selesai” di edisi bersambung tersebut sebijak mungkin ya. Tidak ada standar pasti, tapi semoga bisa dipahami.

  1. Antologi atau Solo

Berdasarkan dari kontribusi tulisan, jenis buku dibagi menjadi dua. Antologi dan solo. Antologi bisa ditulis oleh banyak orang sedangkan buku solo seperti namanya, ditulis oleh satu orang. Namun berdasarkan KBBI, antologi diartikan sebagai kumpulan karya tulis pilihan dari seorang atau beberapa orang. Kuncinya adalah kumpulan, banyak tulisan.

Jika antologi dengan konsep kumpulan tulisan dari banyak orang, tentu saja kontribusi halaman dari setiap orang akan jauh lebih sedikit daripada antologi dari seorang penulis. Anggap saja sebuah buku disusun dalam 100 halaman. Jika ada 10 penulis, maka setiap penulis berkontribusi 10 halaman. Namun jika sebuah buku ditulis dengan konsep antologi seorang dengan total jumlah halaman 100 halaman, tinggal dibagi saja setiap tulisan harus berapa halaman.

Baca juga:
Haruskah Menerbitkan Buku dengan ISBN?
Mampukan Sebuah Tulisan Mengubah Masyarakat?

  1. Tempo Tulisan

Mungkin faktor ini seringkali luput bagi seorang penulis. Kenapa? Karena memang tidak memperhatikan atau tidak menyadarinya. Apa sih maksud tempo tulisan?

Jika kita membaca sebuah tulisan, pasti bisa merasakan “energi” penulis seperti apa. Salah satunya adalah dengan temponya dalam menulis. Mudahnya begini. Bagaimana kecepatan kita berbicara secara lisan, begitu pula dengan menulis. Cukup terbayang?

Nah, dalam sebuah tulisan, pasti ada yang ditulis dengan tempo cepat yang penulisnya fokus langsung pada inti. Ada juga dengan tempo lambat dengan kalimat bersayap, memberikan analogi, atau pendekatan lainnya. Dalam buku yang akan kamu tulis, tentukan akan seperti apa tempo yang dibawakan.

  1. Konsep Buku

Poin ini memandang sisi kreatif dari sebuah buku. Lihatlah tren buku terkini. Kreativitas dan visual kerapkali menjadi yang utama. Tidak jarang orang yang terbiasa menulis panjang mulai overthinking, apakah bukunya akan laku di pasaran.  Sudahlah, percaya saja bahwa setiap buku punya pasarnya tersendiri. Namun setidaknya, teruslah berusaha untuk menjadikan buku sebagai alat untuk mencerdaskan dan memberi manfaat bagi pembaca.

Beragam konsep kreatif dari sebuah buku membantu kita menentukan seperti apa buku yang akan dituliskan. Ada buku saku yang tebalnya hanya sekian halaman. Ada juga buku dengan konsep kumpulan kutipan yang mengutamakan desain visual.

Saya sendiri pernah menulis buku yang sangat tipis. Jumlahnya hanya 36 halaman. Judulnya Surat Cinta untuk Mama. Konsep dari buku ini adalah kumpulan surat yang saya gabungkan jadi buku untuk disampaikan kepada orang tua. Walaupun hanya dibaca terbatas, tetap bisa dikatakan buku. Toh definisi buku menurut KBBI adalah lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong.

Jadi, menulis buku harus berapa halaman? Semoga tidak bingung lagi ya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *