Kurban adalah Ujian Keimanan

Setiap Rabu malam, di musalla dekat rumah saya ada kajian rutin. Untuk malam itu yang menjadi pengisi ceramah bukan ustadz yang biasanya. Bahkan saya baru pertama kali melihatnya. Saya tidak bisa mengatakan pembawaannya adalah yang terbaik dari penceramah lainnya. Namun saya menemukan insight berharga malam itu.

Beliau membawakan materi tentang Hadits Arbain. Ada total 42 hadits dalam kitab yang ditulis oleh Imam An-Nawawi tersebut. Hadits yang pertama adalah tentang niat. Setiap amalan tergantung dari niat. Untuk selengkapnya baca di referensi lainnya. Sudah banyak dibahas.

Sampai di sini, saya belum bisa menemukan hal yang benar-benar menarik karena materi ini sudah berulang kali disampaikan. Namun saya baru menemukan harta karun berharganya di menit-menit terakhir.

“Sama seperti kurban? Niat kita untuk apa?”

Potongan pertanyaan tersebut memulai insight berharga malam itu. Beliau menceritakan ulang kisah tentang Nabi Ibrahim. Bayangkan, Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anaknya. Atas dasar apa? Tidak mungkin dendam. Tidak mungkin untuk menyakiti. Apalagi Nabi Ismail adalah anak yang dinanti-nantinya selama puluhan tahun. Belum lagi pengorbanan Nabi Ibrahim untuk meninggalkan Nabi Ismail dan Siti Hajar di Makkah sendirian. Di tengah padang pasir yang nyaris tidak ada kehidupan manusia.

Siapa saja yang melakukan amal dengan niat ikhlas untuk Allah akan mendapatkan hikmah yang tak terduga. Hikmah yang sulit diungkapkan dan hanya dialah yang merasakannya.

Apa balasan Allah atas pengorbanan Nabi Ibrahim?

Perintah menyembelih Nabi Ismail berbuah anak cucunya adalah nabi. Menjadikan Nabi Ibrahim sebagai bapaknya para nabi. Baik dari garis keturunan Nabi Ismail atau garis keturunan Nabi Ishak. Bahkan Rasulullah ﷺ lahir dari keturunan Nabi Ibrahim.

Perintah meninggalkan Nabi Ismail dan Siti Hajar di padang pasir yang tandus berbuah mata air yang tak pernah habis ribuan tahun hingga kini, air zam zam. Air yang menjadi sumber kehidupan tak terhitung manusia yang mendatangi Makkah dan menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Dua perintah dari Allah yang dijalankan Nabi Ibrahim dengan niat ikhlas untuk Allah berbuah syariat yang kita jalankan saat ini. Ibadah kurban dan haji.

Baca tulisan lainnya:
Pembuktian Iman, Berani Mengatakan Tidak
Apa yang Kamu Cari adalah Apa yang Kamu Sembah?

Kita tak akan pernah diuji oleh Allah dengan perintah seekstrim yang pernah dijalankan oleh Nabi Ibrahim. Namun seringkali pengabaian kita atas perintah Allah luar biasa. Ada-ada saja alasannya. Termasuk kurban.

Memang, ada banyak pendapat tentang kurban. Ada yang berpendapat wajib, ada yang berpendapat sunah. Mereka yang berpendapat wajib akan mencari berbagai cara agar setiap tahunnya selalu berkurban. Mereka yang berpendapat “hanya” sunah akan mencari berbagai cara agar tidak perlu kurban setiap tahunnya. Namun pendapat yang paling kuat adalah sunah muakad. Sunah yang sangat dianjurkan. Tidak sampai standar wajib, tapi sangat dianjurkan.

Mengenai ibadah kurban ini, saya paling banyak belajar dari sosok guru bernama Arief Munandar. Semoga Allah merahmati beliau dan menempatkannya di surga terbaik atas banyak keteladanannya. Bayangkan, apa kurban yang dia berikan? Sapi limosin. Coba tebak berapa harga sapi limosin? Bukan sapi limosin yang biasa. Namun belau benar-benar mencari yang terbaik.

Belum sampai di situ. Yang dia kurbankan bukan 1 ekor, tapi 3 ekor! Apakah beliau hidup berlimpah kekayaan? Tidak juga. Namun apa yang dia lakukan adalah mastato’tum. Berbuat semaksimal yang bisa dilakukan. Kisah ketelandan beliau ini telah kami tuliskan dalam buku Bang Arief yang Kami Kenal. Kami para muridnya di Shafa Community memang belajar banyak dari beliau.

Memang, kurban saya pertama kali bukan terinspirasi dari beliau. Saya sudah membiasakan kurban sejak tahun 2013/2014. Namun mindset saya saat itu hanyalah yang penting kurban. Saya pun mencari harga yang “terjangkau”, tapi tepat sasaran. Seingat saya saat itu kurban saya dibantu oleh Kitabisa.com dan Daarut Tauhid yang didistribusikan di salah satu daerah yang membutuhkan.

Alhamdulillah, dari tahun ke tahun Allah berikan saya rezeki untuk terus berkurban. Tahun ini insya Allah akan menjadi tahun ketiga saya kurban di dua tempat setiap tahunnya dan tahun keempat berkurban bersama Spirit of Aqsa.

Sebenarnya kurban di satu tempat saja cukup. Sudah bisa “menggugurkan kewajiban”. Namun saya merasa punya utang yang tak akan pernah dilunasi untuk saudara di Palestina dan sekitarnya. Maka kurban setiap tahunnya di sana adalah satu cara dari sekian banyak cara untuk berkontribusi dan menunjukkan keberpihakan pada perjuangan saudara di Palestina. Jika kamu ingin turut serta, silakan cari saja lembaga yang dipercaya. Saya pribadi ikut bersama Spirit of Aqsa dibawah naungan AQL Islamic Center yang dibina oleh KH Bachtiar Nasir.

Pilihan saya ini tentu saja bersifat personal. Jika kamu ingin mengikuti, silakan. Jika tidak pun, tidak masalah. Namun saya hanya menyarankan, berusahalah untuk kurban yang paling maksimal setiap tahunnya. Dan indikator maksimal setiap orang itu berbeda-beda. Tanya saja dengan hati sendiri dan jawab dengan jujur. Kamu akan merasakan apa indikator maksimal yang bisa diberikan.

Ada yang saat ini diuji dengan harta yang pas-pasan. Ada yang saat ini diuji dengan kebutuhan lain. Bahkan ada yang saat ini diuji dengan tidak ada uang yang cukup. Kondisi kita berbeda. Namun, lihatlah banyak keajaiban yang luar bisa di sekitar kita.

Ada seorang pemulung yang bisa berkurban dari menyicil uang setiap harinya. Ada sosok nenek tua yang masih bisa berkurban. Ada orang yang tidak kita duga tapi ternyata masih bisa berkurban. Mereka berjuang dengan maksimal. Lantas kita?

Berjuanglah dengan maksimal. Jangan hanya berharap gaji jika sumber penghasilan saat ini dari satu jalur. Mintalah pada Allah dan buktikan pengorbanan kita. Mintalah dengan jujur,

“Ya Allah, aku ingin berkurban yang terbaik tahun ini.”

Kelak jalan itu akan terbuka dan kita perlu berani untuk mengambil jalan tersebut.

Kurban yang terbaik tentu ada banyak indikator. Ada yang berpendapat yang terdekat dengan rumah. Ada yang berpendapat di lokasi yang minim kurban. Saya tak ingin menjawab hal tersebut. Silakan gunakan pertimbangan masing-masing. Dan saya sendiri sudah pernah mencoba berbagai opsi tersebut. Salah satu teman saya bahkan pernah dulunya berkurban 1 juta lebih sedikit untuk 1/7 sapi di Somalia.

Berkubanlah yang maksimal. Karena jika ujian kurban saja tidak bisa kita lewati, bagaimana dengan ujian keimanan lain? Entah itu umroh, haji, wakaf masjid, dan ujian harta lainnya.

Kurban adalah ujian keimanan. Eh bukan. Kurban yang terbaik adalah ujian keimanan. Selamat berkurban!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *