Kalau Menghafal Terus, Kapan Membangun Peradabannya?

“Kalau menghafal terus kapan membangun peradabannya?”

Pernyataan menarik dari Kak Rahmi Salviviani tentang parenting. Memang benar adanya, pendidikan kita selama ini berkutat pada hafal menghafal, bukan memahami. Dan diakui, saya adalah korban dari sistem itu. Walaupun sekarang sudah keluar dari perangkap semu. Sebagai korban sistem, maka saya punya hutang untuk turut serta membangun peradaban.

Bukan hanya Kak Vivi (Rahmi Silviani), bahkan Bang Marah Adil pun mengiyakan kesalahan sistem itu. Hal itu terbukti ketika peringkat anaknya “diturunkan”, lalu seorang guru mengatakan :

“Maaf pak. Hafidz secara nilai juara 1. Tapi karena “suatu hal”, dia diturunkan jadi juara 3”

Dan kamu tahu apa jawaban ayahnya?

“Wah bagus itu. Sekalian aja diturunkan 10 besar gak papa. Saya gak butuh nilai kok. Yang penting dia paham”

Gurunya speechless mendengar jawaban ayahnya. Dan ini bisa jadi perenungan kita semua.

Sebenarnya bahas apa sih sampai ke membangun peradaban? Nah, jadi ceritanya gini. Sebagai seorang Jomblo Baper, alias Jomblo yang Bawa Perubahan, adalah sebuah kebutuhan menghabiskan hari Minggu dengan kegiatan produktif. Dan yang saya lakukan adalah meet up  bahas kepenulisan dan blogging dengan Bang Adil yang entah gimana ceritanya dipertemukan dengan warga Pekanbaru lainnya yang visioner. Kak Rahmi Silviani beserta suami dan Bang Antoni Syafwan beserta istri. Dan saya, masih sendiri :3

Ada banyak pelajaran menarik sebenarnya. Tapi yang lebih menarik adalah pembahasan ketika makan siang bersama. Ya seputar membangun peradaban. Dan yang menarik bagi saya adalah parenting. Walaupun saya belum menadi seorang parent, tapi hal ini menarik untuk dipelajari.

Bermula dengan pertanyaan saya tentang anak sulung Kak Vivi, Alifa.

“Kak, itu Alifa SD dimana?”

“Dia home schooling. Karena saya merasa belum ada SD yang cocok bagi anak saya”

“Mau sampai kapan kak home schooling-nya?”

“Sampai kami bisa buat SD sendiri :D”

Kamu anggap ini sebuah jawaban ngasal? Bagi saya tidak. Ini adalah sebuah jawaban visioner. Dan Kak Vivi serta suaminya, Bang Ari sudah memulai membangun peradaban di bidang anak-anak dengan membangun TK Alifa Kids. Cabangnya kini di Pekanbaru dan Palembang sudah 9! Wow!

Ya kalau saja waktu boleh diulang, saya akan beruntung jika home schooling saja, -di satu sisinya. Karena hal yang paling tidak saya setujui adalah, untuk apa sih kita belajar banyak hal jika tidak digunakan dalam kehidupan? Hanya sekedar tahu? Kalau hanya sekedar tahu mah bisa tanya google. Setuju?

Tapi jika memilih home schooling, ada tantangan baru. Pertama, bagaimana ijazahnya untuk melanjutkan sekolah? Bisa diatasi dengan ujian penyetaraan. Tapi tantangan kedua, bagaimana caranya lulus masuk perguruan tinggi? Bukannya harus tes akademik, eksakta dan lain sebagainya? Nah ini pertanyaan yang saya sampaikan di meja makan tadi.

Jawaban menarik yang saya simpulkan di forum tadi seperti ini. Mengapa kita bisa menyelesaikan membaca sebuah buku “berkualitas” yang tebal sedangkan buku akademik tidak bisa? Coba jawab kenapa?

Ya benar. Karena kita terbebani selama ini. Dengan berbagai target yang diukur oleh manusia lain yang sebenarnya bukan itulah pencapaian kita seharusnya. Dan hasilnya? Banyak siswa yang gagal lulus di jurusan yang diinginkan karena nilai yang tidak mencukupi. Bahkan jika bisa lulus, tidak sedikit dari mereka yang salah jurusan. Kenapa? Karena bukan itulah yang sebenarnya dia inginkan.

Saya beruntung menjadi korban dari perangkap ini. Gagal di berbagai nilai akademik di sekolah membuat saya lebih mengenali siapa diri saya sebenarnya. Dan gagal lulus di UI Manajemen dan Psikologi serta ITB Teknik Geologi juga membuat saya semakin sadar bahwa bukan disanalah jalan saya sebenarnya. Kisah ini pernah saya bahas di “Mungkin Saya Belum Move ON dari Universitas Indonesia”. Dan seperti yang kamu tahu sebelumnya, selama 1 tahun selepas SMA saya “berkelana” kemana-mana untuk belajar apa yang sebenarnya saya butuhkan. Dan itu langkah awal yang baik untuk membangun peradaban. Karena saya sudah mulai mellihat dengan jelas jalan apa yang harus saya tempuh. Dan kini, sebagai mahasiswa Universitas Ciputra jurusan Bisnis Manajemen membuat saya semakin yakin dan sadar dengan mimpi yang saya tuliskan. Moslem Billonaire!

Layak untuk direnungkan, jika terus-terusan menghafal tanpa makna, kapan membangun peradaban?

kapan membangun peradaban

Keep writing, always inspiring!

 

Rezky Firmansyah
Penulis buku tersebar di 5 benua
Founder Passion Writing Academy
 

Mau diskusi asik bahas soal Kepenulisan Passion Kepemudaan? Yuk invite 76B4BF69/085363949899 dan juga  follow @rezky_rf9

0 thoughts on “Kalau Menghafal Terus, Kapan Membangun Peradabannya?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *