“Ya mau gimana lagi, aku tidak bisa apa-apa”
“Sudah tidak ada yang bisa kita lakukan. Ini akhir hidup kita”
“Indonesia gawat darurat, kita pasrah. Tuhan pun tidak bisa menolong”
Pernyataan seperti itu seringkali bermunculan di dunia khayalan. Drama, kartun, novel, komik, ataupun karya fiksi lainnya. Tapi entah kenapa, perlahan pernyataan itu mulai merambah ke dunia nyata. Seolah-olah khayalan menjadi kenyataan. Pernahkah kamu merasakannya?
Patut diakui, perlahan bad news semakin menyebar dimana-mana. Perlahan berbagai ancaman mulai menjadi kenyataan. Dan perlahan, muncullah rasa ketakutan. Pernahkah kamu merasakannya?
Saya pun mengakuinya. Lihatlah baru-baru ini. Hakim membebaskan kasus kebakaran hutan dengan alasan “bisa tumbuh lagi”. Kapolda NTT yang menangkap gembong miras “dipindahkan” karena terkait dengan oknum DPR. Dan terbaru, kasus Presiden BEM UNJ yang di terancam di DO oleh kampus karena menyuarakan suara mahasiswa.
Masih banyak sebenarnya kasus menyedihkan yang menimpa negari ini. Tidak perlu rasanya saya menuliskan satu persatu. Karena itu hanya akan menambah rasa pesimis kita untuk membangun negeri. Sibuk mengutuk kegelapan.
“Ya terus, kita harus apa? Tidak bisa apa-apa”
Wajar jika kita mengiyakan jawaban diatas. Karena mungkin sekarang kita belum melihat suatu hal untuk dilakukan. Karena kita hanya diam dan mengutuk kegelapan. Benarkah? Coba renungi itu.
Tapi coba bergerak sedikit dari tempat kita mengutuk kegelapan. Berpindah tempat dan melihat kesempatan. Secercah cahaya akan terlihat. Tinggal kemauan ini untuk memperbesar cahaya itu.
Coba ingat kembali kasus bencana asap yang melanda negeri ini. Berbulan-bulan berbagai daerah di Sumatera dan Kalimantan tertutupi asap. Korban pun semakin berjatuhan. Bantuan datang darimana-mana. Bahkan sebuah keputusasaan mulai muncul dari mulut seorang tokoh :
“Kita tidak bisa apa-apa lagi. Segala usaha sudah kita lakukan. Berton-ton garam sudah disebar ke titik asap. Tapi hujan tidak kunjung muncul”
Tapi ternyata rasa pesimis itu tidak mempengaruhi segelintir orang-orang yang optimis akan negeri ini. Karena dengan kejernihan hati melihat cahaya yang tidak terlihat oleh banyak orang. Mungkin kebencian, kekecewaan, dan perasaan yang perlahan menghancurkan menutup semua cahaya kecil itu. Tetapi segilintir orang tidak diam. Mereka bergerak dengan caranya sendiri. Karena mereka yakin, bahwa setiap ada kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan da kemudahan. Sebuah motivasi langsung dari Sang Pencipta yang tertulis 2 kali berurutan.
Hingga waktu yang ditentukan, keputusan itu menjadi kenyataan. Hujan perlahan mulai turun membasahi tanah kering. Perlahan menghilangkan asap yang menyelimuti negeri ini. Perlahan tapi pasti asap itu mulai menghilang. Lantas, apa yang terucap?
“Ini semua adalah kerena usaha kita untuk mendatangkan hujan buatan.”
Sungguh menyedihkan jawaban segelintir orang di negeri ini. Mengakui bahwa apa yang terjadi “hanya” karena usaha manusia. Karena mereka sudah menantang dan pasrah kepada Tuhan dan mengatakan :
“Bahkan Tuhan tidak bisa membantu kita”
Tidakkah menyedihkan pengakuan tersebut? Menyombongkan diri bahwa ini semua karena usaha manusia? Tidakkah kita berpikir bahwa masih ada kasih sayang Allah kepada umat di negeri ini? Tidakkah kita merenung bahwa Allah pun terketuk melihat jutaan hambanya memohon ampun dan meminta hujan secara berjamaah? Tidakkah kita melihat bahwa masih banyak orang yang mendoakan negeri ini? Dan lantas kita hanya menyombongkan diri. Merendahkan orang lain atas kontribusi tak terlihat yang mereka lakukan?
“Mereka hanya bisa berdoa. Apa kekuatan doa terhadap kehidupan nyata?”
Apakah serendah itu kita memaknai doa? Sudah sebesar apakah diri kita sehingga melupakan peran Dia Yang Maha Besar? Sehebat apakah kita sehinga meremehkan kuasa Dia yang membuat segala hal yang tidak mungkin menjadi mungkin? Apakah kita bisa hidup tanpa Tuhan?
Mungkin memang benar sebuah pengakuan yang mengatakan semakin tinggi teknologi maka semakin rendah sikap tawakkal manusia. Padalah sesungguhnya tidak layak seorang hamba meremehkan kekuatan doa. Dan juga tidak bijak mengabaikan usaha dan hanya mengandalkan doa semata.
“Usaha tanpa doa itu sombong. Doa tanpa usaha itu bohong”
Doa dan usaha adalah 2 hal yang berkaitan. Ditambah dengan sikap tawakkal pastinya. Dan ini semua berlaku pada setiap manusia. Bahkan Maryam yang keletihan dalam upaya melahirkan Isa pun harus berusaha menggoyangkan pohon kurma untuk mendapatkan jatuhan makanan. Tidak serta merta ada makanan di depannya. Hal ini menggambarkan kepada kita bahwa usaha pun merupakan sebuah kewajiban.
Jangan menyalahartikan aku tidak bisa apa-apa. Karena putus asa hanya akan mematikan harapan. Bahkan jauh-jauh hari Allah sudah mengancam
“dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” (QS Yusuf: 87)
Saya berada di sisi optimis Indonesia. Berusaha untuk tidak mengutuk kegelapan melainkan menyalakan cahaya. Kita hanya butuh terus bergerak dan menebar harapan. Disertai keyakinan bahwa Allah bersama hamba-Nya.
Dan video ini adalah alasan kenapa saya masih optimis dengan Indonesia.
Jangan menyalahartikan aku tidak bisa apa-apa. Karena kita masih punya dua tangan untuk berdoa. Masih punya hati nurani untuk berpikir jernih. Masih ada kesempatan kecil untuk berkontribusi. Kekuatan dunia online pun semakin menguatkan dengan adanya berbagai kampanye. Crowdfunding dan petisi online adalah sedikit dari sekian banyak usaha kecil yang berdampak viral. Lantas masihkah kita pasrah dan mengatakan “aku tidak bisa apa-apa?”
Dan lihatlah, upaya dan doa yang kita lakukan mulai berbuah hasil. Kasus Presiden BEM UNJ mulai melihatkan hasil manis. Berkat dan usaha mereka yang mengenali atau bahkan kita yang tidak mengenali. Gerakan nyata di lapangan disertai kekuatan online. Social media, media online dan petisi onlline. Lantas untuk kasus lainnya, masihkah kita pasrah dan mengatakan aku tidak bisa apa-apa? Percayalah, harapan ibu pertiwi masih ada.
“Setiap ada seribu masalah, ada sejuta solusi. Bergeraklah dan jangan diam. Karena cahaya itu ada beberapa langkah dari kediaman dan ketidakpedulian kita. Daripada mengutuk kegelapan lebih baik menyalakan cahaya harapan.”
Keep writing, always inspiring!
Rezky Firmansyah
Penulis Buku Tersebar di 5 Benua
Founder Passion Writing Academy
One thought on “Jangan Menyalahartikan “Aku Tidak Bisa Apa-Apa””