Malam itu, disaat pertengahan UAS. Dan uniknya yang saya pikirkan adalah bukan bagaimana menjalani UAS besok. Tetapi bagaimana caranya naskah Jomblo Mulia ini secepat mungkin selesai. Dan juga bagaimana semangat hidup yang dulu pernah ada kembali ON FIRE
Membuka file di laptop dan kursor berhenti di file “Garuda di Dadaku 2”. Film yang launching akhir tahun 2011 atau awal 2012. Saya lupa waktu pastinya. Tapi saya ingat, disaat itu adalah masa masa kelas 12 SMA di sekolah tercinta.
Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa dulunya salah satu impian saya adalah menjadi pemain sepakbola. Puncaknya ya dimasa-masa SMP dan SMA. Di masa SMP saya hampir menjadi pemain PS Kampar U-15. Tetapi karena masalah tahun lahir, saya tersisih. Disana terkadang saya merasa sedih. Di SMA nasib saya lebih baik. Terpilih menjadi pemain inti sejak kelas X hingga kelas XII. Ya tak tergantikan dan menjadi kapten*uhuk
Hal menarik di film ini bukanlah tentang impian saya menjadi pemain sepakbola dahulu. Tapi ada yang lebih menarik dari itu. 3 kata kunci yang menarik dari film ini adalah Semangat, Cinta dan Masa Depan. Hmmm, saya sarankan kamu menonton film ini biar bisa lebih selaras dengan apa yang akan saya sampaikan. Let’s we start.
Pertama, Semangat
Bagi banyak orang, sepakbola mungkin sekedar hobi, profesi ataupun rutinitas nonton di tivi. Tapi bagi saya lebih, lebih dari itu semua. Seperti halnya anak-anak yang dulunya hobi main sepakbola, seringkali terlontar dari mulutnya
“Suatu hari nanti aku akan menjadi pemain timnas Indonesia”
Dan sayapun dulunya pernah seperti itu. Hingga suatu titik saya sadar. Saya sadar bahwa bukanlah pemain timnas sebagai esensi utamanya. Tetapi semangat dan perjuangan yang ada didalamnya. Di saat-saat ON FIRE semangat dalam sepakbola, saya belum pernah sekalipun mengangkat piala turnamen sebagai juara. Walaupun ya, dulunya saya sangat sangat menginginkan hal itu. Tapi Allah meletakkan saya di dunia sepakbola bukanlah untuk besar sebagai juara di lapangan hijau. Lebih penting dari itu. Saya belajar semangat, pantang menyerah, dan kepemimpinan. Saya adalah satu dari sekian banyak pemain di sekolah yang sangat ambisius dalam perjuangan. Sama halnya dengan Bayu di film Garuda di Dadaku. Saya adalah kapten di lapangan. Yang berusaha untuk belajar lebih banyak, bukan hanya dari hasil pertandingan, tetapi juga hal-hal tak terlihat.
Ohya, kisah saya selama dalam perjuangan timnas saya ceritakan lebih banyak di buku keempat saya yang berjudul Plus! Kumpulan Tulisan Inspiratif Alumni SMAN Plus Riau Membangu Tanah Melayu.
Kedua, Cinta
Di film ini ada sosok Anya yang mungkin bagi kamu yang masih jomblo bisa kesengsem melihatnya. Ya, Anya muncul sebagai sosok siswa baru yang dikagumi atau mungkin saling mengagumi antaranya dan Bayu
Di kehidupan, kisah hidup diatas mungkin seringkali terjadi. Disaat-saat yang katanya cinta mulai bersemi, mulai muncul rasa mengagumi hingga suatu hari nanti rasa ini tidak dapat dibohongi. Wajar, sangat wajar di kehidupan yang seperti sekarang rasa seperti itu muncul. Dan saya pun sangat pernah seperti itu. Ya mungkin bedanya dengan film, Anya menonton Bayu bermain di stadion sedangkan di kehidupan nyata dia yang saya tidak tahu namanya melihat atau mendoakan saya dari kejauahan*soswiiiiit
Cinta dan motivasi. Ya hal ini seringkali menjadi modus pembenaran
“Karena kalau aku pacaran sama dia aku semakin termotivasi untuk belajar”*preet
Ungkapan yang menarik dari Anya kepada Bayu ketika Bayu berada dalam titik terendah hidupnya adalah
“Gua salah sangka sama loe Bay. Gua kira lu orangnya perhatian sama teman. Tapi ternyata gua salah. Itu hanya sekedar status kapten doang”
Atau mungkin kalau digunakan bahasa yang lebih universal
“Aku salah sangka dengan kamu selama ini. Aku kira kamu orangnya bisa menjaga hati tanpa harus mengkhianti cinta pada Ilahi. Tapi ternyata aku salah. Padahal harapan aku selama ini kita bisa saling memperjuangkan visi tanpa saling mengetahui” #UdahLepasinDulu
Ya, biarkan rasa yang dianggap cinta itu melewati hati ini sebagai check point. Bukan sebagai garis finish di umur yang masih muda ini
Ketiga, Masa Depan
Ini. Ini yang paling penting!
Kita hidup seperti menjalani titik-titik yang belum terhubung menjadi sebuah garis. Gak tau bagaimana garis kehidupan yang telah dan akan kita jalani. Mungkin masih ada yang galau di masa depan gak tau mau jadi apa. Apakah ini masalah? Ya tentu. Tapi pasrah begitu saja bukanlah sebuah jawaban.
Kenanglah masa lalu sebagai penyemangat bagimu. Bukan sebagai beban yang memberatkanmu untuk maju.
Mengenang masa lalu itu sah-sah saja asalkan kamu mengetahui tujuannya untuk apa. Kalau hanya untuk mengenang masa indah dengan dia hingga akhirnya gagal move on dan stalking foto mantan, hmmmm.
Saya ingat di masa lalu bahwa semangat saya pernah begitu tinggi. Tetapi mengapa kini tidak seperti masa lalu?
Saya ingat di masa lalu mimpi saya begitu besar. Tetapi mengapa kini saya mengabaikan mimpi besar itu?
Saya ingat di masa lalu perjuangan saya begitu menantang. Tetapi mengapa kini saya mengambil jalan yang begitu datar?
“Terkadang kita berada di posisi yang tidak kita inginkan. Ketika kita berada di tiik itu. Bakat dan kemampuan teknis itu tidaklah cukup. Mental, itu yang paling penting!”
Pesan dan semangat dari pelatih Wisnu di film ini menjadi semangat dan jawaban atas kegalauan selama ini. Dan akhirnya perlahan saya mulai sadar. Bahwa hidup harus naik level.
Masa lalu seharusnya bisa menjadi SEMANGAT di kala kita futur, CINTA yang bisa memberi arah, dan MASA DEPAN yang dirancang serta diperjuangakan dengan cara yang begitu indah