Apa sih green jobs? Apakah pekerjaan dengan seragam hijau? Atau pekerjaan yang peduli dengan lingkungan?
Karena derasnya laju informasi, ada banyak istilah baru yang bermunculan. Bisa jadi hal tersebut sudah ada sejak dulu, tapi kini diberikan nama baru. Mungkin begitu juga dengan green jobs. Mungkin.
Green jobs adalah istilah yang diberikan ILO untuk jenis pekerjaan yang terkait dengan agenda pembangunan berkelanjutan dan rendah emisi. Contoh pekerjaannya terlampir dalam visual berikut.
Berbagai nama profesi yang keren sekali. Bagi sebagian orang ini menjadi tantangan baru. Bagi sebagian lain malah pusing duluan. Ini istilah apa toh. Begitu mungkin.
***
Mendengar kata green jobs, saya jadi teringat saat mengambil mata kuliah entrepreneurship di bidang sosial. People, planet, dan profit. Belakangan saya baru tahu, ternyata 3P itu disebut sebagai Triple Bottom Line yang dicetuskan oleh Elkington pada tahun 1994. Bagaimana penjelasan 3P tersebut? Singkatnya begini.
People berarti dampak yang dirasakan oleh orang-orang. Baik stakeholder, karyawan, keluarga, pelanggan, supplier, komunitas dan orang lain yang terpengaruh dari organisasi atau perusahaan tersebut.
Planet berarti dampak yang dihasilkan terhadap lingkungan di sekitar perusahaan. Bahannya apa saja? Apakah ramah lingkungan atau bukan?. Kemungkinan pencemarannya lmbahnya bagaimana?
Profit berarti dampak dari keuntungan ekonomi. Contohnhya gaji, inovasi, dan pajak. Oleh Kraaijenbrink kata profit diganti dengan prosperity karena maknanya yang lebih luas. Karena profit bukan semata-mata keuntungan finansial saja.
Triple Bottom Line (selanjutnya saya sebut dengan 3P) seolah menjadi “rumus wajib” bagi wirsausaha sosial. Tapi faktanya, tidak semua pengusaha bisa dikategorikan menjadi wirsausaha sosial. Menjelaskan apa itu wirausaha sosial sendiri saja bisa menjadi buku yang khusus. DBS Foundation sudah membahasnya secara lengkap dalam bukunya Berani Jadi Wirsausaha Sosial?
Apakah semua orang harus menjadi wirausaha sosial? Mungkin dengan mudah kita bisa mengatakan tidak. Bukankah ada banyak pilihan pekerjaan lain yang lebih relevan dan “gue banget”? Lantas kenapa harus memaksa diri untuk menjadi wirausaha sosial?
Mau menjadi apa saja, silakan. Tapi mungkin kita bisa sepakat, mau jadi apapun pastikan kita harus bisa bermanfaat bagi sosial. Walaupun tidak menggunakan embel-embel wirusaha sosial.
Memilih pekerjaan yang gue banget memang pilihan yang menarik. Salah satu tools yang bisa digunakan adalah 4E: enjoy, easy, excellent, dan earn. Apa yang disukai (enjoy), apa yang mudah untuk dilakukan (easy), apa yang hasilnya oke (excellent), dan apa yang bisa menghasilkan uang (earn).
Dulu semasa kuliah bersama tim saya pernah bikin proyek Klinik Sungai. Singkatnya, proyek sosial ini hadir untuk memberikan advokasi antara masyarakat dengan pemerintah terkait pencemaran sungai. Seperti namanya, kami berharap bisa menjadi “klinik” bagi sungai dengan cara advokasi kepada pemerintah secara tulisan. Kami hadir ke sekolah-sekolah untuk mengajarkan siswa menulis seputar lingkungan.
Tidak berjalan lama memang. Tapi ini bisa menjadi bukti bahwa perpaduan antara 3P dan 4E bisa dijadikan salah satu pedoman untuk menjadi apapun yang berdampak bagi sosial.
Dokumentasi terdahulu di proyek Klinik Sungai
(Publikasi koran, riset di sungai, dan mengadakan training menulis di sekolah)
***
Memilih profesi yang tergolong dalam green jobs mungkin bukan piihan umum bagi sebagian orang. Milenial bahkan, lebih memilih pekerjaan yang terlihat keren seperti bergabung dalam startup, mendirikan startup, menjadi Youtuber, selebgram, atau profesi keren lainnya. Tapi kita pun masih bisa berbeda pendapat dalam memaknai kata keren. Karena ada saja orang yang menganggap wirusaha sosial itu keren. Memilih green jobs itu keren. Ada noble purpose yang ingin diperjuangkan. Ada legacy yang ingin ditinggalkan. Dan itu sah-sah saja.
Berdampak. Kata yang menjadi primadona bagi banyak orang. Ketika ditanya “apa impianmu?” “bermanfaat bagi banyak orang” seringkali menjadi jawaban umum yang didapatkan. Salahkah? Ya tidak salah juga. Bermanfaat kan bisa dalam berbagai macam bentuk. Dan green jobs adalah satu dari sekian banyak pilihan. Tapi tentu kita boleh mengatakan bahwa green jobs punya misi tersendiri. Seperti definisi yang disebutkan di awal. pekerjaan yang terkait dengan agenda pembangunan berkelanjutan dan rendah emisi.
Agenda pembangunan berkelanjutan dan rendah emisi adalah dua kata kunci di sini. Agenda pembangunan berkelanjutan atau yang biasa disebut SDG’s (Suistanability Development Goals) mungkin terkesan tidak asing bagi sebagian orang. Tapi tetap saja, secara awam, istilah ini masih asing. Singkatnya, ada 17 kategori, di antaranya: tanpa kemiskinan, pendidikan berkualitas dan energi bersih yang terjangkau. Green jobs berfokus pada energi rendah emisi.
Jalan yang mungkin tidak mudah. Tapi ada saja yang tergerak dan terpanggil untuk memilih jalan ini. Ricky Elson, pencetus mobil listrik di Indonesia mungkin bisa kita jadikan salah satu contoh nyata. Walaupun faktanya, sepertinya penemuannya tidak dihargai di negeri sendiri. Buktinya, ya coba saja lihat dukungan pemerintah kepadanya.
Kita mungkin dengan mudah bisa mengatakan
“Kalau kamu benar-benar mencintai negeri, jangan banyak menuntut. Berbuat saja.”
Sah-sah saja untuk berkata seperti itu. Tapi untuk percepatan pembangunan, tentu butuh kolaborasi lintas lini. Termasuk pemerintah dengan individu yang tidak punya kuasa.
Komunitas adalah kunci untuk menjaga konsistensi kita dalam membangun negeri. Mereka yang punya frekuensi sama untuk terus berbuat dan bergerak dengan segala keterbatasan. Beruntung jika ada pihak swasta yang siap mendukung. Tapi dari sisi pendidikan formal, ada peluang juga.
Setiap kampus pada umumnya tentu punya lembaga riset. Anak muda yang punya misi dalam green jobs harusnya bisa berdaya bersama lembaga riset tersebut. Tapi ya bisa dikatakan bahwa tidak banyak yang bisa bertahan dengan keterbatasan. Contohnya saja kita bisa lihat dengan berbagai lomba peneliltian atau tugas akhir mahasiswa. Ada berapa banyak para juara lomba yang terus memperjuangkan karyanya? Bukan hanya hadiah juara, tapi misi sosial yang diperjuangkannya. Ada berapa banyak tugas akhir mahasiswa yang tidak hanya tertumpuk di perpustakaan, tapi menjadi bekal kontribusi dalam kehidupan nyata?
Berbicara kontribusi memang menarik sekali. Tantangannya pun bervariasi. Durasi sepertinya bisa kita jadikan sebagai kunci agar kita tidak cepat berpuas diri atau menyerah di sini. Kita bisa berkontribusi di proyek tertentu selama setahun. Bisa saja berkontribusi dalam penelitian 6 bulan di kampus. Tapi pastikan agar kita tidak pernah berhenti berkontribusi.
Jalan boleh banyak. Tapi pastikan jalan kita punya tujuan untuk berkontribusi. Green jobs adalah salah satu jalan. Jika ada jalan lain yang ingin dipilih, boleh saja. Tapi kita tetap bisa punya irisan dengan apa yang green jobs perjuangkan. Atau bisa juga menjadi green jobs alternatif dengan 3P + 4E.
Jika tidak bisa turun langsung, bukan masalah. Tapi kita tetap bisa melakukan hal kecil yang berdampak dan sejalan dengan spirit green jobs bukan? Berkontribusi kecil untuk Indonesia yang lebih bersih. Sesederhana membawa kantong sendiri saat berbelanja.