Menilai dan dinilai.
2 aktivitas itu tak akan lepas dari kehidupan sosial manusia. Termasuk ketika proses hijrah.
“Kamu kok berubah ya sekarang.” (Dinilai)
“Aku yang benar, kamu yang salah.” (Menilai)
2 aktivitas yang bertolak belakang. Menjadi subjek dan objek.
Saya mengamati, pada dasarnya ada 3 efek dari hijrah.
- Hijrah Lalu Menjadi Musibah
Pasca hijrah, hidup berantakan. Kuliah dan skripsi keteteran. Alasannya, sibuk belajar agama.
- Hijrah Lalu Menunjuk Salah
Sangat banyak. Baru belajar agama lantas dengan mudah merasa paling benar dan golongan lain salah. Bahkan mirisnya, tak mau bergaul dengan beda golongan.
- Hijrah Lalu Menjadi Anugerah
Setelah hijrah hidup makin indah, menjadi penyejuk dalam ukhwah, rezeki berkah berlimpah. Semoga kitalah bagian dari golongannya. Aamiin
Masih ingat cerita saya dengan dokter muda @bonopazio ? Anak muda yang tergerak hatinya hijrah saat menempuh hitam putih hidup di ibukota. Saya sudah share sekilas kisahnya di IG @rezky_passionwriter . Sosoknya termasuk dalam proses hijrah juga. Saya belajar banyak darinya.
Hijrah bermakna berpindah dari buruk ke baik. Baik secara fisik maupun secara hati. Terucap mudah, tapi nyatanya sangat susah.
Hijrah pada dasarnya bermula dari kegelisahan. Hingga akhirnya dia menemukan jalan, momen, dan lingkungan yang tepat.
Hijrah itu dicari, bukan dinanti. Dan harap kita maklumi, setiap orang punya momen hijrah yang berbeda-beda. Tak lantas rasanya jika kita menghakimi orang yang belum hijrah. Ajak dan doakan saja.
Dari 3 efek hijrah, saya memilih nomor 2 untuk diceritakan terlebih dahulu.
Hijrah lalu menunjuk salah. Berbicara mengenai hijrah, banyak orang yang keliru dalam mengambil langkah. Tentu setiap dari kita menginginkan hijrah. Dari yang dulunya pacaran, tobat lalu menghalalkan hubungan. Dari yang dulunya bergelimangan riba, tobat dan fokus menyucikan harta. Dari yang dulunya malas ngaji, sekarang udah rajin ngaji di sana sini. Indah bukan?
Tapi ternyata hijrah bukan hanya proses menjadi. Hijrah adalah proses menuju.
Banyak orang yang hijrah dari A menjadi Z, bukan dari A menuju Z. Bedanya apa?
Dari A menjadi Z menggambarkan proses yang instan. Melompati B, C, dan seterusnya. Hingga akhirnya terjadi perbedaan kebiasaan yang sangat drastis. Tak mampu menyesuaikan. Hingga wajar futur iman terjadi. Atau bahkan yang seringkali terlihat, merasa paling benar dan yang lain salah.
Sedangkan dari A menuju Z menggambarkan proses melangkah. Ada tahap-tahap yang dilewati. Dari B, C, D dan seterusnya. Naik kelas perlahan. Dan setiap naik kelas ada ujian yang harus dilewati. Lulus ujian terlebih dahulu, barulah naik kelas. Maka saat kita melihat, proses hijrahnya begitu indah. Salah satu yang saya lihat adalah adik kelas komunitas Muslim di kampus. Dengan rendah hati dia pun mengakui, “Dari Niaughty Menjadi Niaukhti”. Layak nih dijadikan buku.
Nah, pertanyaannya bagaimana agar kelak hijrah bisa menjadi anugerah?
Ada 3 langkah praktis.
- Cari Idola Alternatif
Rasulullah SAW adalah idola terbaik. Kita yakini itu. Bahkan Michael H. Hart, sosok Nasrani yang sempat bekerja di NASA dan guru besar fisika dan Astronomi perguruan tinggi di Maryland ini meletakkan Muhammad SAW sebagai tokoh paling berpengaruh no 1 di dunia.
Tapi nyatanya bagi kita, Rasulullah SAW adalah sosok tokoh yang jauh untuk disentuh. Benar sih dijadikan idola. Tapi karena keengganan untuk kepo sejarah hidupnya, atau mungkin karena faktor lingkungan yang begitu kuat menarik diri, membuat sosok Rasulullah SAW sulit dijadikan idola yang dipelajari dan didekati.
Solusinya?
Cari idola alternatif.
Idola alternatif bukan berarti menggantikan sosok yang pertama. Bukan. Idola alternatif adalah pilhan lain agar kelak bisa semakin dekat dan mengenali sosok idola utama melalui perantaranya.
Berkembangnya social media membuat kita mudah untuk menemukan idola alternatif. Selebgram, Youtuber, artis Islami, entrepreneur, dan yang paling hits adalah Qari.
Taqy Malik adalah satu dari sekian banyak Qari muda yang dimunculkan. Bersama Muzammil, Baim, dan berbagai qori lain yang saya sendiri tak hafal namanya. Dan efeknya nyata. Banyak anak muda bahkan golongan tua yang tergerak untuk mendekat kepada Islam. Mengganti kebiasaan mendengar musik menjadi murattal quran. Berusaha memantaskan diri mendapatkan imam yang sholeh. Bahkan ikut-ikutan memperdengarkan bacaan Al-quran, posting di Instagram, dan suaranya, yaa bolehlah. Masih banyak lagi mimpi lain yang begitu indah untuk dibayangkan.
Di satu sisi, strategi ini berjalan dengan baik. Tapi ini barulah bagian dari puzzle hijrah. Ini barulah proses dari A ke B. Belum selesai. Masih panjang perjalanan menuju Z.
- Lihat Lebih Tinggi, Lebih Luas, dan Lebih Jauh
Belum lama ini, saya membaca postingan yang bernada sinis. Saya rahasiakan namanya ya biar tak ada fitnah.
Jika ada qari’ fashionable, dan terlalu muluk di nada, maka saya sarankan tinggalkan. Terutama qari’ muda yang diusung media. Mungkin bagi kalangan musisi, atau belum mengenal pengajian, qari’ yang muluk-muluk, takalluf (kebangetan), dan fashionable (agar memikat) bisa dijadikan referensi. Tapi bagi yang sudah rajin ngaji, tidak.
Apalagi sampai ke qari’ yang membuat banyak perempuan menjerit-jerit di stadion, di masjid, dll. Qori’ itu bukan boyband.
Sesiapa yang fokusnya di nada, ia sedang menempuh bencana
Lalu captionnya : awas bencana, yuk ngaji!
Sesaat membaca status ini, jujur saja saya tersinggung. Tapi saya harus sadar untuk mengendalikan respon. Lalu, perlahan saya pun memaknai.
Sebenarnya nasihat ini tak salah. Tapi dirasa agak nganu aja. Karena apa?
Disorientasi prioritas.
Lihat lebih tinggi, lebih luas, dan lebih jauh ke depan.
Hadirnya mereka adalah bagian dari puzzle dakwah. Karena setiap manusia punya pendekatan masing-masing. Dan kekeliruan kita seringkali memaksakan “pokoknya harus cara ini.”
Lihat lebih tinggi, lebih luas dan lebih jauh ke depan. Helicopter view.
Coba renungkan, apakah kehadiran mereka tidak disengaja? Saya menganalisa, bahwa kehadiran mereka memang direncanakan dengan matang. Mengisi celah kebaikan. Menjadi puzzle hijrah dari A ke B menuju Z.
Hadirnya qari muda mengisi celah kebaikan bagi anak muda untuk mengenal Islam lebih dekat. Agar Al-Quran yang menjadi teman dekat, bukan lagi musik yang menggiring pada maksiat.
Maka sekiranya bagi kita yang berada pada fase ini, jangan berhenti. Proses hijrah masih panjang. Proses perjuangan masih jauh di depan. Bersikaplah bijak. Tak perlu bermuluk-muluk mimpi begitu jauh. Karena dalam proses hijrah yang terpenting adalah proses mengenali dan mendekati. Bukan mengagumi. Apalagi mengagumi qori atau ukhti-ukhti syar’i. Teruslah belajar dan memahami kebutuhan iman dan hati.
Baca Juga :
Hari Patah Hati Nasional : Antara Raisa, Kamu, dan Dia
Hari Patah Hati Dunia Akhirat : Muzammil, Kamu, dan Pernikahan
Dan juga, lihat lebih jauh ke depan. Karena lawan kita sesungguhnya bukanlah sesama Muslim yang masih berada dalam lingkaran kebaikan. Melainkan sekularisme, liberalisme, zionis yahudi, dan ajaran sesat lainnya.
- Mulailah Ambil Peran, Mengisi Puzzle Kebaikan
Pernah streaming di Youtube dengan channel Awakening Record? Saya pernah.
Awakening Record adalah production house dari London, Inggris. Didirikan sejak tahun 2003 oleh Sharif Hasan Al-Banna, Wassim Malak, dan Bara Kherigi. Berpusat di Inggris dan menyebarkan sayap ke Mesir, dan Amerika Serikat. Beberapa artisnya adalah Maher Zein, Sami Yusuf, Raef, Humood Alkhuder, dan Harris J.
Jika melihat dengan kacamata sempit, akan ada tuduhan :
“Wah kamu menghalalkan musik. Padahal musik itu haram.”
Saya tidak akan membahas haram atau halalnya musik. Bagi saya pribadi, bab ini sudah terselesaikan. Jika masih ingin mendebatnya, renungkan kembali. Di pedalaman sana, aqidah umat Islam mencemaskan. Dan saat ini kita masih sibuk memperdebatkan haram halalnya musik sebagai jalan kebaikan? Catat loh, sebagai jalan, bukan sebagai tujuan. Padahal ulama pun berbeda pendapat dalam hal ini.
Hadirnya Awakening Record sebagai perwujudan perlawanan terhadap musik yang mengarah ke maksiat. Sekarang perhatikan liriknya, pakaian, dan syuting artis Awakening Record. Jauh lebih menyejukkan. Terkhusus lagi bagi Harris. Sosok yang dihadirkan sebagai Justin Bieber versi Islam ini juga hadir melengkapi idola alternatif anak muda. Di saat anak muda lain hidup dengan pergaulan bebas, Awakening Record hadir dan mengambil peran untuk memberikan contoh kebaikan. Menyebarkan nilai kebaikan dan perdamaian dari Islam.
Sekarang, masihkah kita sibuk menyalahkan? Lantas, kebaikan apa yang sudah kita berikan? Sudahkah turut serta dalam mengisi puzzle kebaikan? Atau malah masih sibuk dengan diri sendiri? Yang penting aku benar dan selamat?
Kritik dan masukan tentu baik untuk disampaikan. Saya pun tidak lantas serta merta menerima pemikiran ini sepenuhnya. Seperti halnya kehadiran Taqy Malik. Secara pribadi saya tak pernah berjumpa langsung. Saya hanya follow di Instagram dan memperhatikan gerak-gerak di dunia maya.
Dibandingkan pemuda hits lainnya, Taqy Malik jauh lebih memberikan keteladanan. Tapi belakangan, terkhusus ketika Muzammil sudah nikah, saya sedikit nganu melihat gerak-geriknya. Perhatikan saja.
Saya memberikan pandangan bukan untuk menghakimi. Karena saya pun menyadari, kehadiran dan keberanian diri sebagai sosok idola terutama di social media adalah tantangan tersendiri. Kita diuji untuk menjaga hati agar tidak terlena akan puja-puji. Agar diri ini menjaga setiap aktivitas tetap dalam keteladanan.
Memang, kita adalah manusia biasa. Yang tak sempurna, dan kadang salah. Tapi di hatimu hanya satu. Cinta untukmu, luar biasa. Lah malah nyanyi lagu Yovie & Nuno.
Tapi benar. Kita memang manusia biasa. Tapi cara pandang kita haruslah tetap sebagai subjek dan objek. Jika kita melakukan ini, apakah mendapatkan manfaat bagi saya. Apakah mendapatkan manfaat bagi follower saya? Karena bisa jadi langkah kecil yang salah memberikan efek negatif jariah. Berusahalah, agar diri menjaga dalam kebaikan dan keteladanan.
*****
Memang, masih banyak PR kita untuk umat. Dan perjuangan mendapatkan hijrah saja sudah sulit. Ditambah lagi dengan memaknai esensi hijrah itu sendiri. Belum lagi tugas dan tanggung jawab untuk umat. Agar kelak tetap menjaga ukhwah, menjadi penyejuk, dan mengambil bagian dari puzzle dakwah yang amat besar.
Karena setiap orang punya kisah hijrah yang berbeda. Punya jalan kebaikan yang berbeda. Hati-hati dalam menghakimi. Jauh lebih baik jika kita bisa saling mengisi untuk kebangkitan Islam di muka bumi ini. Semoga
Sekali lagi. Hijrah bukanlah proses dari A menjadi Z. Tapi dari A menuju Z. Jika kelak kita bisa memaknai langkah per langkah dari proses hijrah, maka peran sebagai pengisi dari puzzle kebaikan dan pejuang kebaikan di muka bumi ini bukan hanya mimpi. Tapi sebuah visi yang diiringi dengan aksi.