Katanya kalau jodoh nggak ke mana. Tapi pesaing ada di mana-mana.
Begitulah quote kebanyakan orang yang berbicara tentang jodoh. Dan itu saya alami hari itu.
“Lah kok bisa? Kamu kan belum nikah?”
Ya memang belum. Memangnya jodoh hanya perihal menikah ya?
Begitulah kita. Membatasi jodoh hanya perihal menikah saja. Padahal jodoh juga perihal rezeki dan kematian. Maka ketika yang dibahas jodoh, akan muncul dua kubu ekstrim. Yang baper bahas nikah, dan yang anti karena udah jenuh dengan teori nikah. Saya, berada di mana?
I stand on my side. Ya, saya punya sisi sendiri dalam melihat fenomena ini.
Jujur saja, belakangan saya tidak lagi intens dengan kelas pra nikah. Bukan berarti ilmu tersebut tidak lagi penting bagi saya. Karena harusnya kita menambah keilmuan. Jangan sampai nyaman di level tertentu saja. Misalkan mulai belajar keluarga dan parenting. Ya, ada banyak pilihanlah. Intinya, naik kelas terus.
Tapi ketika di sebuah grup ada yang memberi seat gratis kelas pranikah, saya jadi tertarik. Tidak lain dan tidak bukan karena pematerinya adalah Ustadz Akmal Sjafril. Saya penasaran, apa perspektif yang ingin beliau sampaikan. Apalagi topiknya adalah Mengenal Diri Sendiri.
Maka benarlah pepatah awal tulisan ini. Pesaing itu ada di mana-mana. Dari 5 seat gratis, saya jadi orang nomor 6. Maka saya tidak dapat kesempatan. Tapi uniknya, di pagi hari saya malah dapat tawaran. 1 dari 5 orang tersebut tidak bisa ikut kelas karena suatu dan lain hal. Maka jadilah saya yang menggantikan. Ya benar lagi. Jodoh nggak ke mana. Tinggal kita menjalani peran sebaik-baiknya sebagia manusia. Bukan mencampuri peran Allah.
***
Tentang mengenal diri sendiri
Ustadz Akmal Sjafril memulai dengan memberikan perpsektif apa itu keluarga sakinah? Apakah keluarga yang damai dan aman sentosa? Keluarga yang terlihat bahagia di social media? Keluarga yang anaknya jadi selebgram?
Sakinah asal katanya adalah sikkin yang artinya memotong tanpa menyakiti. Perihal ini, Ustadz Bendri Jaisyurrahman sering menyampaikan di kajian keluarga baik offline atau online di Youtube Langkah Kita. Referensinya adalah kisah nabi Yusuf tentang terpesonanya teman-teman istri raja memotong buah hingga mengenai jari, berdarah, tapi tidak sadar. Memotong tanpa menyakiti.
Apa kaitannya dengan keluarga sakinah?
Maka keluarga sakinah bukan berarti tidak ada masalah. Tapi ketika suatu masalah dihadapkan bersama keluarga, bisa ‘dipotong’ dengan baik.
Ustadz Akmal Sjafril
Ustadz Akmal Sjafril melanjutkan tentang 3 prinsip sederhana dalam mengenali diri.
1. Hakikat manusia adalah ruh
Manusia ini hakikat utamanya adalah ruh, bukan fisik. Kita seringkali berlebihan dalam merawat fisik, tapi lalai dalam merawat ruh. Tentu bukan berarti menjadi pembenaran merawat fisik tidak penting loh ya. Tetap penting. Tapi jangan sampai salah prioritas.
Kebutuhan primer misalkan. Kita seringkali diberi narasi kebutuhan primer adalah sandang, pangan, dan papan. Lalu di mana ruh? Ruh harusnya adalah yang utama.
Maka penting bagi kita untuk menyadari merawat ruh sebaik-baiknya. Bagaimana amal kita? Bagaimana ibadah kita? Bagaimana ilmu kita? Apakah semakin hari kita semakin dekat dengan Sang Pencipta?
2. Kita adalah khalifah, wakil Allah
Surah Al-Baqarah ayat 30 sudah menjelaskan perihal khalifah. Kita adalah wakil Allah di bumi ini. Walau ada juga yang menafisrkan bahwa khalifah Allah adalah nabi Adam. Walau begitu, setidaknya kita tetaplah anak cucu nabi Adam bukan? Maka perannya tetap sama di muka bumi ini.
Menjadi wakil Allah, maka menjalani peran baik dengan sebaik-baiknya. Maka penting untuk kita sadari bahwa kita pada dasarnya baik. Tapi dalam perjalanan hidup, malah kita yang merusak diri sendiri. Apa bentuk kerusakan yang kita lakukan? Banyak hal. Evaluasi diri saja. Jujur saja dengan diri sendiri.
Adakah kita tergerak dengan azan untuk shalat berjamaah?
Adakah kita merasa bersalah ketika meninggalkan shalat?
Adakah rasa hampa jika hidup tanpa dakwah?
Tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain. Jujur saja sama diri sendiri. Mencurigai iman diri sendiri.
3. Kita bisa berubah
Kabar baik sekaligus kabar buruk.
Kita adalah manusia yang bergerak dinamis. Kita pada dasarnya baik. Tapi seiring perjalanan, kita bisa menjadi buruk. Begitu pula sebaliknya. Yang dulu buruk, tidak kecil kemungkinan menjadi pribadi yang baik. Lihat saja teman-teman masa sekolah dulu yang mungkin terlihat bandel. Sekarang malah mereka yang menjadi penggerak dakwah. Mungkin tidak sebagai pengisi kajian, tapi sebagai inisiator. Bukankah itu juga bernilai kebaikan?
Sadari bahwa kita berubah. Tapi jangan salah kaprah dengan diri yang bisa berubah.
Jangan malah menghakimi diri “aku begini apa adanya” dengan pembenaran love yourself. Bukan begitu seharusnya. Sebagai hamba yang beriman, harusnya kita tahu apa makna cinta yang sesungguhnya. Cinta berarti kita menjalani sesuai dengan syariat yang Allah berikan.
Sekali lagi, love yourself bukan narsis dan apa adanya. Sadarilah bahwa fitrah kita pada dasarnya baik, maka kembalilah menjadi baik dan lebih baik.
***
Jika sudah paham dengan 3 prinsip mengenali diri, maka tidak susah lagi bagi kita untuk mengenali dia. Dia siapa? Dia yang kelak akan menjadi pasangan hidup.
1. Dia pun bersumber dari ruh
Lelaki dari ruh, perempuan hakikatnya dari ruh. Sama saja, walau tentu pasti ada perbedaaan yang sesuai fitrah. Tapi dalam hal mendasar, ada persamaan utama yang bisa kita sepakati dan pahami.
Misalkan saat melakukan kesalahan, “sentuh” dulu ruh sebelum fisik. Masalah tidak akan selesai hanya dengan martabak, tapi selesaikan ruhnya. Kalau ruh sudah disentuh, maka fisik pun bisa disentuh.
2. Dia pun mulia
Jika tahu diri ini adalah khalifah, wakil Allah di dunia, begitu pula pasangan kita. Muliakan pula dia seperti halnya memuliakan diri sendiri. Bahkan, saling mendahulukan dalam berbuat baik. Meminta maaf duluan misalkan, Atau mengucapkan terima kasih terlebih dahulu. Berlomba-lomba dalam kebaikan.
3. Dia pun bisa berubah
Seperti halnya diri ini bisa berubah, begitu pula pasangan pun berubah.
Berubahlah bersama. Kasih kesempatan. Beri jeda waktu. Jangan buru-buru meminta perubahan. Apalagi jika hal tersebut perihal sifat yang sudah mengakar. Jika dia sudah memperlihatkan proses perubahan, maka hargai proses itu.
***
3 prinsip untuk mengenali diri yang juga berlaku untuk mengenali dia. Perihal materi ini, saya jadi teringat dengan pesan beliau beberapa tahun yang lalu. Pesan beliau lebih kurang begini.
“Setiap dari kita punya treatment terbaik atas masing-masing dari kita. Antar satu sama lain tidak bisa disamakan. Lantas bagaimana agar tahu cara treatment terbaik ruh kita?”
Beliau pun menjawab, yang jika saya simpulkan lebih kurang begini.
Treatment terbaik adalah kita harus tahu masalah mendasarnya apa. Misalkan, apa sih yang bikin kita marah? Apa pemicunya? Hal ini ada kaitannnya juga dengan coaching. Maka teknik sederhananya adalah sering-seringlah bertanya pada diri sendiri. Dialog jujur pada diri sendiri.
Pesan tambahan dari beliau
Jangan terbiasa memanfaatkan jasa orang lain untuk membantu kita menyelesaikan masalah diri sendiri. Mereka mungkin dibutuhkan. Tapi kita harus bisa. Belajar untuk bisa. Kita belajar untuk mengerti diri kita sendiri.
Semoga Allah selalu membantu urusan kita. Semoga.