Tulisan ini saya tulis didalam pesawat perjalanan dari Jakarta ke Malang
Inspirasi tulisan ini sebenarnya sudah lama saya dapatkan. Bahkan nilai-nilai utama dalam tulisan ini juga sudah lama saya terapkan. Tapi tidak ada salahnya untuk mengulangi kembali sebagai penguat dan pengingat
Bermula dari kejadian 3 tahun lalu. Hmm, bukan kejadian. Lebih tepatnya pengalaman. Oktober 2011. Indonesian Student Leadership Camp of University Indonesia. Berkumpulnya 99 pemuda terpilih dari Sabang sampai Merauke. Dan Alhamdulillah, saya termasuk 1 dari 99 pemuda terpilih tersebut. Mewakili sebuah sekolah kebanggaan, SMAN Plus Propinsi Riau. Dan sepertinya saya adalah yang pertama dari sejarah ketua OSIS di sekolah ini yang mengikuti iven leadership skala nasional. Ya mungkin saja.
Buatlah sejarah baru, bukan sekedar mengikuti tradisi
2 perwakilan dari salah satu propinsi terkaya di Indonesia dan begitu banyak peserta dari pulau Jawa. Mungkin penyebaran yang belum merata bisa menjadi alasan utama. Atau bisa jadi masih pulau Jawa yang menjadi pusat dari negara tercinta ini. Ah sudahlah ~
Masa-masa kelas XII adalah masa-masa kritis bagi banyak siswa. Bahkan ada seorang teman yang mengatakan : Adaptasi, Prestasi, Frustasi. Ya seperti itulah adanya. Di masa kelas X kami belajar adaptasi untuk tinggal di asrama. Di masa kelas XI kami belajar untuk mengoptimalkan kesempatan untuk menghasilkan prestasi. Dan di kelas XII kami belajar bagaimana menghindar dari sindrom frustasi dari sekian banyak ujian yang harus kami jalani.
Sebagai Ketua OSIS mungkin bisa jadi adalah sebuah kebanggan bagi banyak orang. Termasuk saya sendiri kala itu. Tapi kekeliruan dalam manajemen pemikiran akan menjadikan ini sebuah kesalahan yang berdampak laten. Tau laten? Laten itu Amerika Laten*krik krik. Bukan bukan. Laten itu adalah suatu hal yang akan terasa dampaknya di masa-masa tertentu. Bahasa sederhananya kayak gini. Sekarang bisa jadi gak merasakan apa-apa. Tapi di suatu saat akan terasa dampaknya yang tidak disangka-sangka.
Manajemen pemikiran keliru yang saya alami di masa-masa itu :
- Sekedar keren-keren-an = Gengsi
Banyak orang yang menganggap bahwa jabatan adalah suatu kesuksesan. Ya benar. Tapi menjadikannya sebagai sebuah hal yang harus diperjuangkan mati-matian adalah hal yang keliru. Contohnya : mengapa banyak kepala daerah yang mau menghabiskan banyak uang untuk menjadi Bupati, Walikota, Gubernur, Presiden dan berbagai jabatan strategis lainnya? Bahkan tidak jarang caranya yang juga salah. Apa tujuannya? Agar kelihatan hebat? Hmmm, entahlah. Segelintir orang berpikir seperti itu. Tapi tentu bukanlah semuanya.
Memang menjadi ketos adalah suatu hal yang patut di apresiasi. Apakah keren? Ya cukup keren sih. Minimal, siapa sih yang gak kenal Ketua OSIS di sekolah itu. Contoh nyata : siapa sih yang gak kenal Rezky Firmansyah bagi siswa TA 2011-2014? Siapa juga yang gak mau jadi gebetan si ketos *salahfokus
Keren? Cukup keren. Tapi sekedar keren-keren-an bukanlah sebuah hal yang keren. Untunglah saya tidak terlalu lama terjebak dalam kekeliruan ini. Hidup untuk bersaing gengsi itu gak enak. Percayalah. . . .
- Saya harus seperti dia
Dalam masa–masa Ketua OSIS, saya seringkali terdoktrin bahwa saya harus seperti Ketos 2010. Saya harus menjadi kayak ketos 2009. Saya harus seperti ketos 2008. Nah ini kesalahannya. Bayangkan, padahal semua orang mempunyai karakteristik masing-masing. Mempunyai keunikan masing-masing. Ya suatu keharusan kita belajar dengan orang lain. Tapi bukanlah sebuah anjuran yang bijak kita harus menjadi orang lain
Ketika kamu membanding-bandingkan dirimu dengan orang lain, kamu tidak akan pernah menjadi dirimu yang seutuhnya.
Bahasa simple-nya Be Your Best Self, not just Be Your Self. Menjadi diri sendiri itu baik. Tapi membenarkan bahwa “ya kayak ginilah aku apa adanya. Aku orangnya suka kasar, aku suka telat-an, aku suka memaksa orang” adalah hal yang keliru. Tugas kita adalah menjadi diri kita yang terbaik. Siapa diri kita dan optimalkan potensi yang kita miliki.
Ketika ISLC UI 2011, saya menemukan karakter dan tipikal ketos yang beraneka ragam. Ada yang tipe serius, tipe cool, tipe easygoing, dan lain sebagainya. Nah kesalahan saya adalah “saya bukan apa-apa dibandingkan mereka”. Apa sebab? Karena saya menyamakan diri saya dengan orang lain. Belum cukup PeDe dengan apa yang saya punya. Padahal apa yang saya lakukan belum tentu bisa mereka lakukan. Bukankah setiap orang mempunyai fokus hidupnya masing-masing? Bisa jadi kan ketos yang fokus pada acara-acara internal. Ada yang fokus pada negosiasi dengan sekolah luar. Ada yang fokus pada peningkatan kualitas siswa dan sebagainya.
Saya mulai menyadari hal ini di masa-masa kelas XII yang mana saat itu saya dan teman teman lain adalah kakak tertua di sekolah dan asrama ini. Apakah ini terlambat? Entahlah. Terlambat lebih baik dari tidak sama sekali.
- I want everything
Menjadi yang terbaik adalah suatu hal yang baik. Tetapi memaksakan terbaik di setiap hal bukanlah hal yang baik. Ada pepatah bijak yang mengatakan
If you want everything, you will get nothing
Memang butuh pemahaman yang cukup bijak untuk memaknai kalimat ini. Tidak ada larangan untuk bermimpi. Tapi disini saya belajar untuk fokus pada bidang yang benar-benar saya yakini dan saya sukai.
Bagus sih menjadi baik di setiap bidang. Tapi biasanya orang yang memaksakan terbaik di banyak bidang, alhasil dia tidaklah menjadi orang expert di bidang tertentu. Dia membagi kekuatannya untuk banyak hal. Bayangkan jika dia fokus pada bidang-bidang tertentu yang benar-benar dia kuasai. Hasilnya pasti jauh lebih baik. Selain itu, disaat inilah kita belajar keep humble. Rendah hati dan belajar untuk senang melihat orang lain berhasil.
Sebenarnya tulisan ini bisa sedikit menjadi nostalgia bagi sebagian alumni ISLC atau bahkan teman-teman yang mengalami pengalaman yang sama. Dan kini, kami sudah mencoba menapakai jalan-jalan baru yang kami pilih. Apakah semuanya masih aktif dalam organisasi? Belum tentu.
Ada yang masih aktif dalam organisasi. Ada yang sama sekali tidak bergabung dalam organisasi. Ada yang bergabung dengan komunitas yang dia yakini disanalah passion diri.
Iri mungkin masih menjadi penyakit hati banyak orang. Iri ketika teman-teman lain berhasil di jalannya. Iri ketika teman-teman lain berhasil menjadi ketua organisasi di kampusnya. Iri ketika teman-teman lain mengikuti banyak konferensi. Iri ketika teman-teman lain mengikuti banyak lomba. Mungkin, ya mungkin. Tapi ini hanya menjadi sebuah beban dalam diri. Bukankah setiap orang terlahir unik? Bukankah setiap orang mempunyai bakat dan minat masing-masing? Bukankah setiap orang adalah Maha Karya dari Yang Maha Kuasa? Ya benar. Apapun jalan yang kami jalani saat ini, kami tetap Pemimpin Muda Indonesia. Kita semua, ya benar anda tidak salah baca. Kita semua adalah Pemimpin Muda Indonesia. Yang menjadi harapan bangsa ini kedepannya. Menjadi yang terbaik di bidang kita masing-masing dan berkontribusi demi kemajuan bangsa dan agama.
Yakinilah jalan yang telah kita pilih dan mari berkolaborasi membangun negeri
Be Right man in Right Place at Right Time
Keep writing, always inspiring!
Rezky Firmansyah
Founder Passion Writing
Penulis buku tersebar di 5 benua
Mau diskusi asik bahas soal Kepenulisan Passion Kepemudaan? Dengan senang hati saya membuka kesempatan. Silahkan invite 76B4BF69/085363949899 dan juga follow @rezky_rf9
Kamu merasakan manfaat dari tulisan ini? Klik tombol share di bagian kiri